Written by pitoyo amrih
Saturday, 06 February 2016 Calibration Hits: 15657
Tulisan ini boleh dibilang sebagai lanjutan dari tulisan sebelumnya. Atau mungkin bisa dilihat sebagai sisi yang berbeda darimana kita melihat tentang upaya kita melakukan efisiensi kegiatan kalibrasi tanpa mengurangi efektifitas-nya. Bila di artikel sebelumnya kita melihat dari pemilihan instrumen alat ukur yang harus dikalibrasi dan menetapkan perlakuan kalibrasi terhadapnya berdasar pendekatan teori analisa risiko, maka di tulisan ini justru 'berangkat' dari perspektif bila kita harus menetapkan interval kalibrasi terhadap alat ukur, apa saja hal yang harus kita pertimbangan. Dimana faktor risiko bisa menjadi pertimbangan, tapi itu bukan satu-satunya.
Beberapa hal dalam tulisan saya ini, selain berisi pendapat berdasar kajian ilmiah atas pengalaman saya selama ini, sebagian juga bersumber dari berbagai tulisan dan pendapat. Diantaranya adalah dari Journal ilmiahnya M. Oullette yang dipublikasikan di NRCC (National Research Council Canada) dan tulisannya Heikki Laurila di sini, dengan kapasitasnya sebagai Marketing Manager Beamex Instrument, salah satu produsen produk-produk instrumen kalibrator terbaik saat ini.
Sebelum masuk lebih dalam, kita mungkin perlu pahami dulu apa itu interval Kalibrasi. Jawabannya adalah sebuah rentang waktu yang kita tetapkan saat kita harus melakukan kalibrasi kembali terhadap sebuah alat ukur, sejak kalibrasi terakhir dilakukan dengan catatan selama rentang waktu tersebut tak ada perubahan (penggantian part, adjustment, dsb) atau perbaikan karena kerusakan. Tujuannya adalah memastikan bahwa instrumen alat ukur selalu baik setiap waktu saat penggunaannya. Baik di sini dimaksudkan adalah memiliki tingkat akurasi yang masih dalam rentang keharusan sesuai desain alat ukur ataupun desain penggunaannya. Dan kalaupun terdapat penyimpangan hasil ukur pada suatu nilai pengukuran, maka simpangan (Error) itu diketahui, terdokumentasi dan digunakan dalam mencatat hasil pengukuran.
Menetapkan interval kalibrasi terlalu pendek bisa berarti akan terlalu mahal, penetapan kalibrasi terlalu lama, bisa jadi kita akan mendapatkan hasil pengukuran yang tidak akurat dan belum mengetahuinya sampai saat kalibrasi ulang dilakukan. Di Standar ISO 17025 dimana di sana mensyaratkan standar Laboratorium Uji dan Laboratorium Kalibrasi, kegiatan pokoknya adalah mengukur menggunakan alat ukur. Dan salah satu hal yang dipersyaratkan tentang instrumen ukur adalah perihal pemastian terhadap akurasinya. Kegiatan yang dinamai Kalibrasi. Dan pada klausul berikutnya, kegiatan kalibrasi harus dikelola dengan baik. Tentunya meliputi penetapan interval terhadapnya, pemastian bahwa pelaksanaannya selalu dilakukan dengan baik, dan sistem kontrolnya.
Lalu tahapannya seperti apa? Saat kita memiliki alat ukur baru, ataupun instrumen ukur baru dalam sebuah sistem, tentunya kita harus memastikan dari pihak pemasok alat harus ada inisial sertifikat kalibrasi. sudah seharusnya itu menjadi kewajiban pemasok. Karena saat mereka menjual produk alat ukur, pasti juga mempromosikan salah satu sifat alat ukur yaitu akurasi. Harga yang kita bayar adalah termasuk sifat akurasinya. Pembuktian akurasi dilakukan dengan kalibrasi yang terdokumentasi dalam sertifikat kalibrasi. Maka wajar kita menuntut sertifikat kalibrasi awal sebagai bukti bahwa alat bekerja seperti yang mereka janjikan. Lalu kapan kalibrasi ulangnya sejak tanggal kalibrasi awal yang tertera dalam sertifikat inisial kalibrasi itu? Itulah interval kalibrasi! Banyak orang menetapkan 1 tahun. Tapi darimana? Apa dasar ilmiahnya? Pertimbangan yang kemudian dilakukan dengan berbekal pengetahuan kita, adalah:
Kemampuan Akurasi alat dan Toleransi Penggunaan. Ini berawal dari masalah pemilihan alat ukur. Contoh sebuah thermometer. Alat ukur suhu direntang yang sama mungkin ada yang harganya berpuluh kali lipat. Mengapa? Karena yang satu akurasinya ±0,2° C sementara yang satunya ±2° C. Ketika alat tersebut dipakai untuk mengukur suhu ruang yang kita tetapkan harus beroperasi misalnya pada rentang 22° - 28° C, atau boleh saya menulis 25°±3° C. Pada penggunaan ini, untuk alat berakurasi ±0,2° C, kita bisa pertanggungjawabkan secara ilmiah bila menetapkan interval kalibrasi yang lebih lama dibanding bila kita menggunakan yang berakurasi ±2° C,
Rekomendasi Manufacturer. Kita bisa melihat di manual book alat atau meminta informasi pembuat alat. Pengalaman saya, hampir semua dari mereka merekomendasikan interval kalibrasi 1 tahun. Tapi menurut saya, tetap menjadi hak kita pengguna untuk bebas menentukan, karena bagaimanapun juga rekomendasi itu mungkin tidak terlepas dari kepentingan mereka sebagai manufakturer, apalagi kalau mereka juga menawarkan jasa kalibrasinya.
Cara Penggunaan dan Kondisi Lingkungan Pemakaian. Contohnya bila misal kita membandingkan antara dua alat ukur tekanan yang sama persis, merk, tipe, tentunya rentang dan akurasinya juga sama. Penggunaan alat pertama untuk mengukur tekanan udara dalam pipa di tengah rentang kemampuannya, dipasang pada ruangan ber-AC. Sementara alat ukur satunya untuk mengukur tekanan steam pada kira-kira 80% rentang kemampuannya, berada di hampir batas atas kemampuan suhunya, dan kebetulan terpasang di outdoor. Justru aneh bila kita menetapkan interval kalibrasi yang sama terhadap kedua alat ukur tersebut.
Tujuan Penggunaan. Hal ini bisa dikaitkan dengan masalah kekritisan alat, ataupun risiko dari kegagalan alat ukur. Dan pertimbangan terhadap hal ini bisa dianyam dengan apa yang pernah saya ulas di sini.
Rancangan Pemeliharaan terhadap Alat. Hal ini bisa juga terkait dengan tujuan penggunaan. Yang kemudian berkonsekuensi pada pemeliharaan yang ditetapkan terhadapnya. Satu alat bisa 'dibiarkan' saja selama masa pakainya, pemeliharaan satu-satunya hanya penetapan interval kalibrasi terhadapnya. Sementara alat ukur yang lain, selain ada interval kalibrasi, juga diberlakukan pemeliharaan berkala yang cukup detail terhadapnya. masuk akal kalau kemudian kita menetapkan interval yang beda.
Beban kerja alat. Wajar kalau kita menetapkan interval kalibrasi bagi alat yang utilisasi pemakaiannya begitu tinggi, lebih pendek waktunya dibanding alat yang jarang dipakai.
Tren History hasil Kalibrasi alat. Hal ini hanya mungkin terjadi bila kita lebih dahulu menetapkan interval awal dengan pertimbangan di atas. Kemudian setelah beberapa kali (biasanya memakai dasar ilmiah data sertifikat kalibrasi 3 kali berturut-turut terakhir), kita bisa lakukan peninjauan apakah kita perlu merubah interval kalibrasi berdasar data tersebut. Biasanya dikaitkan dengan sifat drift alat ukur. Pergeseran simpangan. Semakin bergeser membesar, cukup bagi kita alasan untuk memperkecil interval kalibrasi. Simpangan selalu tetap, apalagi bila ada kecenderungan justru mengecil bisa jadi pertimbangan untuk memperlebar jarak antar kalibrasi.
Peraturan Hukum. Yang juga penting tentunya. Walaupun secara umum saya belum pernah menemukan sebuah aturan baku yang spesifik bagi sebuah alat ukur untuk menetapkan interval dengan angka baku tertentu. Yang ada adalah pedoman secara umum seperti di ISO 17025. Atau misal di KAN DPLP 09 Rev.0 SR05: Persyaratan Tambahan untuk Laboratorium Kalibrasi, di Lampiran A, itupun disana hanya mengikat bagi kalibrator Laboratorium yang terakreditasi KAN, dan yang tertulis disitupun adalah syarat batas maksimal. Artinya bisa jadi atas pertimbangan lain kita justru menetapkan intervalnya lebih pendek.
Pitoyo Amrih
Ada sebuah perusahaan fiktif bernama PT MAJU. Perusahaan ini memproduksi air mineral dalam kemasan gelasplastik. Mesin yang dimiliki perusahaan ini adalah mesin pembentuk gelas plastik sekaligus mengisi air mineral, sebanyak dua unit.
Bulan ini pesanan begitu meningkat. Bagian pemasaran yang telah berhasil melakukan promosi membuat bagian produksi jungkir-balik selama dua puluh empat jam menjalankan mesinnya untuk mengejar permintaan bagian pemasaran. Dan sudah terlihat di depan mata, bulan depan pesanan bagian pemasaran naik 30 % dari bulan sekarang. Sementara bulan ini mesin telah jalan siang malam, bahkan minggu pun masuk untuk mengejar kekurangannya.
“Gila! Harus segera saya usulkan membeli satu unit mesin lagi untuk mengejar permintaan bulan depan,” teriak Pak Joni, sang kepala produksi. “Dan awal bulan depan mesin itu sudah di sini..!” imbuhnya. ...selengkapnya
.... terlibat aktif dalam perumusan penerapan konsep-konsep TPM (Total Productive Maintenance) di perusahaan tempatnya bekerja. Juga pernah memimpin kajian dan penerapan rumusan OEE (Overall Equipment Effectiveness) yang bisa..... ...selengkapnya