Written by pitoyo amrih
Saturday, 29 December 2018 Good X Practices Hits: 8150
Dipenghujung tahun 2018, industri farmasi menerima pembaruan Peraturan BPOM tentang Pedoman CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik). Ditetapkan mulai tanggal 7 Desember 2018. Memperbarui sekaligus menggantikan Peraturan sebelumnya, CPOB 2012. Cukup banyak perubahan mendasar yang kita para praktisi industri farmasi harus cermati dan pahami. Di bab 1 CPOB 2012 tentang Manajemen Mutu, di CPOB 2018 terminologinya menjadi Sistem Mutu Industri Farmasi. Atmosfer yang saya rasakan di pembaruan bab 1 seperti mengakomodasi ICH Q10 Pharma Quality System dan pembaruan Standar Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2015. Termasuk di bab tentang Personalia. Sementara di bab tentang Bangunan dan Fasilitas sepertinya tak ada perubahan jabaran yang signifikan. Di bab 5 tentang Produksi ada penambahan penekanan tentang penanganan bahan yang sangat berbahaya. Kemudian di bab 6 Cara Penanganan dan Penyimpanan Obat yang Baik, ada klausul baru yang di CPOB 2012 tidak ada, yaitu perhatian khusus terkait penyimpanan dan pengiriman bahan yang masuk kategori Prekursor, dan penetapan rujukan ke WHO tentang penanganan dan pengangkutan bahan yang tidak tahan panas. Di bab 7 Pengawasan Mutu juga ada penambahan beberapa klausul baru, sementara bab 8 tentang Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Persetujuan Pemasok, menurut saya tidak ada perubahan jabaran yang signifikan.
Di Bab 9 terdapat cukup banyak hal berubah. Judulnya pun berubah, yang di CPOB 2012 bab 9 berbunyi: 'Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk', direvisi cukup dengan kalimat pendek: 'Keluhan dan Penarikan'. Bab 10 tentang Dokumentasi tak banyak ada perubahan. Bab 11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak menurut saya tak banyak berubah, hanya terminologi judul yang berubah menjadi Bab 11 Kegiatan Alih Daya. Sementara bab 12 tentang Kualifikasi dan Validasi cukup banyak ada perubahan disana. Jumlah Aneks yang semula terdapat 14 berubah menjadi hanya 13, tapi jangan salah, karena isi salah satunya di Aneks 12 menjadi masuk ke bab 6 Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat Yang Baik.
Di tulisan ini, saya akan fokus di bab 12 Kualifikasi dan Validasi karena kebetulan terutama di fungsi ini saya melakukan tugas keseharian, pun juga hanya mencoba membedah beberapa hal yang harus kita dudukkan bersama agar istilah dan terminologi yang ada di sana bisa kita maknai pada perspektif yang sama. Perspektif sama ini tentunya juga dalam rangka menggapai maksud dari tiap hal dalam peraturan itu dituliskan.
Ada beberapa terminologi baru di sana, yang sebelum kita memahami makna klausul dalam sebuah paragraf, perlu untuk kita dudukkan dulu apa artinya. Terminolgi seperti: pendekatan tradisional; pendekatan verifikasi kontinu; pendekatan hibrida. Kemudian ada juga yang harus kita cermati tentang maksud di bab 12.37 di kalimat terakhir yang berbunyi: Validasi retrospektif merupakan pendekatan yang tidak lagi dapat diterima, apa maknanya? Saya coba memahaminya sambil juga merunut di PIC/S Guide To Good Manufacturing Practice For Medicinal Products Annexes PE 009-14 (annexes) yang diterbitkan 1 Juli 2018, terutama di Annex 15 tentang Kualifikasi dan Validasi. Juga membaca beberapa jurnal dari publikasi untuk anggota ISPE di situsnya, terutama tentang Validation Life-Cycle.
Yang membuat berbeda di sini, menurut saya, adalah sejak diperkenalkannya beberapa tahun lalu tentang konsep QbD, Quality by Design. Yang mana konsep tersebut mencakup seluruh product life-cycle, termasuk didalamnya tentang kebutuhan melakukan Kualifikasi dan Validasi yang selaras dengan konsep tersebut. Cakupan validasi di konsep QbD, tidak lagi memakai istilah prospektif, konkuren, retrospektif. Karena konsep QbD menekankan siklus produk sejak dari desain, dan kegiatan validasi merupakan bagian dari tahapan siklus produk. Bila kita coba mengingat kembali mengapa ketika itu ada istilah pendekatan prospektif, konkuren dan retrospektif, karena pada dasarnya kegiatan produksi dan penjualan obat sudah terjadi jauh sebelum saat kegiatan validasi menjadi sebuah keharusan kala itu. Sehingga perlu adanya pendekatan validasi, prospektif adalah validasi di awal sebuah produk baru sebelum produk tersebut di pasarkan, retrospektif adalah kegiatan validasi bagi produk yang sudah terlanjur mapan di pasaran, sementara konkuren adalah kegiatan validasi bagi produk yang jumlah bets-nya di awal belum mencukupi bagi analisis validasi tapi produk secara pertimbangan komersial sudah harus segera dipasarkan.
Kembali ke konsep QbD, dalam konsep ini, tidak lagi melihat ada produk dipasarkan tanpa adanya kegiatan validasi. Konsep ini didasari bahwa siklus produk sejak desain, sampai kemudian ada keputusan menjadi komersial, harus melewati dulu tahap validasi, dan kegiatan validasi berkelanjutan selama masa produk itu ada. Terdapat 3 tahap juga untuk validasi pendekatan QbD ini. Dalam literaturnya disebut dengan phase, yaitu:
Phase 1 Process Design Validation. yaitu kegiatan yang intensitasnya mirip dengan studi validasi, dilakukan saat produk masih dalam tahap desain. Dalam tahap desain produk, pendekatan QbD sudah dituntut untuk bisa secara ilmiah memetakan sumber-sumber variasi, membuat matriks impak terhadap setiap sumber variasi. Kemudian bisa menetapkan strategi untuk mengontrol timbulnya variasi tersebut. Disini juga didorong aplikasi pendekatan statistik menggunakan DOE (Design of Experiment). Di sini juga sudah bisa dipetakan apa saja Material Attribut pada bahan baku yang harus diuji, apa saja Process Parameter yang harus dikendalikan, dan apa saja Quality Attribut (atribut mutu) yang harus diperiksa untuk memastikan keberterimaan dan konsistensi kualitas produk. Bahkan dari Material Atribut, Process Parameter, dan Quality Attribut tersebut, bisa ditetapkan apa saja yang masuk kategori Critical. Semuanya dengan dasar ilmiah dan risiko yang terdokumentasi.
Phase 2 Process Performance Qualification (PPQ), yaitu kegiatan validasi secara menyeluruh, setelah hasil validasi di skala laboratorium di phase 1 masuk ke skala produksi. Phase 2 ini mungkin bisa didekati mirip dengan pendekatan prospektif pada validasi secara tradisional. Tahap 2 ini harus dilalui dan disetujui oleh fungsi penjamin mutu di industri sebelum produk boleh dikonsumsi dan dipasarkan. Validasi secara menyeluruh yang saya maksudkan di sini adalah dimulai dengan tahap perencanaan di Validation Master Plan, kemudian Kualifikasi Instalasi, Operasional, dan Kinerja semua Sarana Penunjang Kritis dan semua mesin pada jalur proses produksi (production train) sejak penimbangan sampai dengan pengemasan produk jadi. Kegiatan Kualifikasi itu juga tentunya harus mencakup kalibrasi semua instrumen ukur yang digunakan untuk mengukur Material Attribut, Process Parameter dan Quality Attribut. Dan bila tahap kualifikasi selesai dan memenuhi kriteria penerimaan, melengkapi phase 2 ini adalah kegiatan validasi proses dan validasi pembersihan. Bila secara tradisional kita mengenal pembuktian validasi 3 bets, pada konsep validasi QbD ini, jumlah bets harus ditetapkan secara ilmiah dengan pendekatan statistik berdasar tingkat keyakinan atas hasil validasi phase 1. Bisa mungkin hanya 1 bets, bisa juga bila variasi phase 1 cukup lebar, perhitungan statistik mengharuskan validasi sampai 10 bets. Satu hal yang perlu dipahami dalam konsep QbD ini adalah tentang prosedur pembersihan yang harus juga ditetapkan sejak dari desain produk. Sehingga kriteria penerimaan validasi pembersihan terkait marker dan batas residu, juga sudah bisa ditetapkan sejak phase 1.
Phase 3 Continued Process Verification (CPV). Setelah produk dipasarkan, tetap ada upaya untuk melakukan pemeliharaan terhadap status validasinya selama siklus produk. Secara berkala melakukan kegiatan validasi dengan intensitas sesuai justifikasi yang ditetapkan dengan dasar ilmiah dan risikonya. Phase 3 ini yang kadang disalah artikan oleh sebagian praktisi dengan menganggap bahwa phase 3 adalah analogi dari pendekatan retrospektif pada validasi tradisional. Sama sekali bukan! Karena phase 3 Validasi QbD ini dilakukan pasti sudah mengalami phase 2 sebelumnya. Sementara pendekatan retrospektif dilakukan terhadap produk yang sudah mapan dipasaran tapi sama sekali belum dilakukan kegiatan validasi terhadapnya.
Sampai di sini, sebelum kita menelaah makna-makna penting dalam bab tersebut di CPOB 2018, perlu kita cermati lebih dahulu mengenai istilah 'Continued Process Verification' dan 'Continuous Process Verification', bila saya mencoba memahami dokumen PIC/S PE 009-14 Annexes dan beberapa jurnal di ISPE tentang validasi, maka bisa saya definisikan bahwa 'Continued Process Verification' adalah terminologi bagi phase 3 kegiatan validasi ala QbD (yang juga dikenal dengan istilah Ongoing Process Verification - lihat Glossari halaman 142 PIC/S PE 009-14 Annexes), dan 'Continuous Process Verification' adalah sebutan bagi rangkaian kegiatan validasi dengan konsep QbD sejak phase 1, 2 dan 3. Yang menarik adalah ketika terminologi ini diterjemahkan dalam bahasa Indonesia di CPOB 2018. Di bab 12 istilah 'Continuous Process Verification' diterjemahkan dengan 'Verifikasi Proses Kontinu' (halaman 129), sementara terminologi yang sama, di glosari diterjemahkan dengan 'Verifikasi Proses Berkesinambungan' (halaman 430).
Sehingga dari keterangan di atas, kita bisa memetakan istilah di CPOB 2018 terkait hal ini:
Tentang beda antara 'validasi proses tradisional' dan 'verifikasi proses kontinu'. Pendekatan validasi proses tradisional adalah dengan pendekatan prospektif, konkuren dan retrospektif. Sementara verifikasi proses kontinu adalah validasi dengan strategi phase 1, 2 dan 3 pada konsep QbD. Hanya kemudian ada keterangan tambahan, bahwa pendekatan konkuren harus atas seijin BPOM, sementara retrospektif adalah hal yang tak lagi dapat diterima. Sebenarnya bila direnungi hal ini memberi makna bahwa kita sudah tidak boleh lagi ada produk dipasaran tapi belum dilakukan validasi terhadapnya, itulah mengapa retrospektif sudah tak lagi dapat diterima. Pada sebuah kasus khusus, misal produk yang dibutuhkan tapi tidak banyak diproduksi, mau tidak mau mungkin masih harus melakukan validasi konkuren, itulah mengapa kemudian harus ada ijin BPOM. Di sini BPOM akan menilai pada kepentingan yang lebih besar sejauh mana produk itu dijustifikasi boleh dipasarkan dengan hanya didasari data validasi yang terbatas.
Tentang istilah 'hibrida'. Adalah menggabungkan antara pendekatan 'validasi tradisional' dan 'validasi proses kontinu'. Ambil contoh misalnya validasi phase 3 yang hanya ada karena didahului oleh kegiatan validasi QbD phase 1 dan 2. Hanya saja, bisa jadi banyak industri yang belum mengaplikasikan sepenuhnya QbD sehingga mungkin tak memiliki laporan kegiatan phase 1, atau phase 2 yang tidak dlaporkan secara komperhensif lengkap. Pada kondisi ini industri diberi kelonggaran konsep hibrida, yang memvariasikan konsep tradisional dan QbD. Misalnya secara kontinu kemudian melakukan validasi dengan pendekatan phase 2, tapi data validasi di awal yang tersedia adalah laporan hasil validasi pendekatan prospektif yang dulu pernah dilakukan. Seperti penjelasan pada 12.61: "Pendekatan ini (Hibrida) juga dapat digunakan untuk kegiatan validasi pascaperubahan atau selama proses verifikasi on-going meskipun produk tersebut pada awalnya divalidasi dengan menggunakan pendekatan tradisional".
Satu hal lagi yang penting di sini, adalah penekanan verifikasi proses on-going (atau dalam PIC/S disamakan dengan Continued Proses Verification), phase 3 pendekatan validasi kontinu. Yang harus dilakukan dengan terus-menerus selama siklus hidup produk. Yang dalam 12.66 ditekankan bahwa pada dasarnya verifikasi proses on-going dokumentasinya merupakan bagian dari Pengkajian Mutu Produk (PQR=Product Quality Review).
Ada pendapat lain?
Pitoyo Amrih
Ada sebuah perusahaan fiktif bernama PT MAJU. Perusahaan ini memproduksi air mineral dalam kemasan gelasplastik. Mesin yang dimiliki perusahaan ini adalah mesin pembentuk gelas plastik sekaligus mengisi air mineral, sebanyak dua unit.
Bulan ini pesanan begitu meningkat. Bagian pemasaran yang telah berhasil melakukan promosi membuat bagian produksi jungkir-balik selama dua puluh empat jam menjalankan mesinnya untuk mengejar permintaan bagian pemasaran. Dan sudah terlihat di depan mata, bulan depan pesanan bagian pemasaran naik 30 % dari bulan sekarang. Sementara bulan ini mesin telah jalan siang malam, bahkan minggu pun masuk untuk mengejar kekurangannya.
“Gila! Harus segera saya usulkan membeli satu unit mesin lagi untuk mengejar permintaan bulan depan,” teriak Pak Joni, sang kepala produksi. “Dan awal bulan depan mesin itu sudah di sini..!” imbuhnya. ...selengkapnya
.... terlibat aktif dalam perumusan penerapan konsep-konsep TPM (Total Productive Maintenance) di perusahaan tempatnya bekerja. Juga pernah memimpin kajian dan penerapan rumusan OEE (Overall Equipment Effectiveness) yang bisa..... ...selengkapnya