Written by pitoyo amrih
Wednesday, 20 April 2016 Calibration Hits: 6440
Artikel ini saya tulis tersendiri, sebetulnya sebagai jawaban dari pertanyaan Bp Suntino di artikel tentang Interval Kalibrasi di sini. Saya tulis menjadi artikel karena mungkin cukup panjang kalau sekedar saya jawab di kolom komentar artikel di atas. Pak Suntino menanyakan tentang kondisi lingkungan kalibrasi khususnya parameter suhu yang mungkin kita semua juga sering mendengar agar Laboratorium Kalibrasi dikondisikan memiliki suhu ruang 20° ± 2° C. Pendapat itu tidak keliru tapi juga menurut saya tidak menjadi sebuah keharusan yang menyeluruh. Yang penting kita tahu peruntukkannya, koridor peraturan terhadap peruntukan tersebut, dan konsekuensi apa yang mengikat kita atas pilihan desain suhu lingkungan Laboratorium Kalibrasi.
Sebelum lebih jauh, kita perlu samakan persepsinya dulu, bahwa tidak semua kegiatan kalibrasi instrumen bisa dilakukan di Laboratorium yang kita bisa tetapkan secara desain memiliki kondisi ruhu tertentu. Banyak hal yang membuat kita sehingga harus memutuskan bahwa kalibrasi dilakukan secara in situ, di tempat dimana instrumen berada selama pengoperasiannya. Kalibrasi timbangan misalnya, verifikasi terhadap akurasi, kegiatan kalibrasi terhadap timbangan secara konsep harus dilakukan di lokasi dimana timbangan itu akan dipakai secara operasional. Karena lokasi peletakkan timbangan menjadi faktor dalam perhitungan ketidakpastian. Memindah timbangan harus diikuti kegiatan kalibrasi atau paling tidak verifikasi pada titik pakai penimbangan. Dan hasil kalibrasi sebuah timbangan tidak berlaku bila kemudian timbangan berpindah tempat.
Atau mungkin kalibrasi terhadap instrumen ukur yang terpasang dalam sebuah sistem perangkat atau peralatan yang upaya untuk membongkar melepas alat ukur justru akan membuat kompromi terhadap sifat akurasi instrumen saat pengukuran nantinya. Misalnya alat ukur suhu, dan tekanan, yang in line terpasang dalam sebuah aliran fluida dalam pipa. Bila secara desain pemipaannya sudah mempertimbangkan adanya kegiatan kalibrasi sehingga tersedia port kalibrasi di sekitar instrumen untuk koneksi instrumen standar-nya, maka kalibrasi in situ justru menjadi keharusan.
Kembali ke pertanyaan pak Suntino, mungkin saya bawa dulu pada koridor peraturan, saya ambil pada peraturan yang umum dulu yang menjadi acuan kita di Indonesia yaitu SNI ISO/IEC 17025:2008 tentang Standar Laboratorium Uji dan Kalibrasi. Anda bisa lihat di klausul 5.3 tentang Kondisi Akomodasi dan Lingkungan, saya pilih kalimat yang relevan seperti ini:
Laboratorium harus memastikan kondisi lingkungan tidak mengakibatkan ketidakabsahan hasil atau berpengaruh buruk pada mutu setiap pengukuran yang dipersyaratkan...., dan
Laboratorium harus memantau, mengendalikan dan merekam kondisi lingkungan seperti yang dipersyaratkan oleh spesifikasi, metode dan prosedur yang relevan atau bila kondisi tersebut mempengaruhi mutu hasil.
Ketentuan umum standar laboratorium tidak mengikat Laboratorium HARUS mendesain ruang pada suhu 20° C. Di sana hanya mempersyaratkan bahwa laboratorium harus memantau, mengendalikan dan merekam kondisi lingkungan (salah satunya adalah parameter suhu), seperti yang dipersyaratkan oleh spesifikasi dan metode. Sehingga kita perlu lebih detail lagi mencari kegiatan dan metodologi kalibrasi yang bisa dipengaruhi suhu. Saya ambil jenis kalibrasi yang banyak dilakukan orang yang dipengaruhi oleh suhu sehingga menjadi pertimbangan dalam perhitungan ketidakpastian, yaitu kalibrasi dimensi dan kalibrasi anak timbang.
Kalibrasi Dimensi, saya mengacu ke Standar NIST Handbook 150-2F Technical Guide for Dimensional Calibration, anda bisa lihat di sini, klausul 2.2.3. tentang Acomodation and Environmental Conditions, pada 2.2.3.1. kalimatnya: The temperature in the calibration area should nominally 20° C with the maximum variation and rate of change depending on material and the uncertanty level... Dari sini saya pikir cukup jelas bahwa suhu 20° C adalah sebuah keharusan khusus untuk kalibrasi dimensi. Tapi tentunya selama kalibrasi kita tidak akan selalu bisa menjaga suhu terus menerus 20° C tanpa berfluktuasi. Nah, yang penting di sini kita harus paham konsekuensinya, yaitu semakin jauh dari suhu 20° C, maka semakin besar ketidakpastian pengukuran yang mungkin terjadi. Hal yang harus kita perhitungkan saat kalibrasi dan semakin besar angka ketidakpastian akan meningkatkan keraguan hasil kalibrasi yang kita lakukan.
Kalibrasi Anak Timbang, saya mengacu ke Standar OIML R111-1e40 International Recomendation of Weights. Anda bisa lihat di sini di klausul C.2. General Requirement pada C.2.1 Environmental Conditions disana ada tabel ketentuan suhu ketika kita mengkalibrasi anak timbang tergantung kelas anak timbang. Semakin tinggi kelas anak timbang semakin ketat ketentuan pengendalian suhu. Pada ketentuan ini yang penting bukan angka suhunya 20° C, tapi yang harus dijaga adalah variasi suhunya. Misalnya untuk kelas anak timbang F2, batasnya adalah perubahan ± 2º C per jam dan tidak lebih dari 3,5° C selama 12 jam.
Sehingga secara umum, pertama-tama kita perlu membuat ketetapan prosedur setiap jenis kalibrasi pada cakupan kegiatan kalibrasi yang kita lakukan. Kemudian pertimbangan apakah in-situ atau harus di Laboratorium untuk pelaksanaan kalibrasinya. Keharusan mencatat suhu saat kalibrasi perlu kita sertakan dalam prosedur. Termasuk perhitungan ketidakpastian terhadap komponen yang memang terkait dengan suhu saat kita melakukan kalibrasi tersebut.
Kemudian kita perlu cek desain fasilitas Laboratorium Kalibrasi. Bila di Laboratorium ada cakupan pekerjaan kalibrasi dimensi maka desain suhu ruang 20° C menjadi keharusan, tinggal nanti saat melakukan kalibrasi, suhu aktual dicatat, selisihnya terhadap acuan standar 20° C dipakai sebagai dasar perhitungan ketidakpastian. Dan bila di Laboratium ada cakupan pekerjaan kalibrasi anak timbang, maka yang harus kita kendalikan utamanya adalah sistem pengaturan suhu ruang sehingga variasinya masuk dalam ketetapan.
Pitoyo Amrih
Ada sebuah perusahaan fiktif bernama PT MAJU. Perusahaan ini memproduksi air mineral dalam kemasan gelasplastik. Mesin yang dimiliki perusahaan ini adalah mesin pembentuk gelas plastik sekaligus mengisi air mineral, sebanyak dua unit.
Bulan ini pesanan begitu meningkat. Bagian pemasaran yang telah berhasil melakukan promosi membuat bagian produksi jungkir-balik selama dua puluh empat jam menjalankan mesinnya untuk mengejar permintaan bagian pemasaran. Dan sudah terlihat di depan mata, bulan depan pesanan bagian pemasaran naik 30 % dari bulan sekarang. Sementara bulan ini mesin telah jalan siang malam, bahkan minggu pun masuk untuk mengejar kekurangannya.
“Gila! Harus segera saya usulkan membeli satu unit mesin lagi untuk mengejar permintaan bulan depan,” teriak Pak Joni, sang kepala produksi. “Dan awal bulan depan mesin itu sudah di sini..!” imbuhnya. ...selengkapnya
.... terlibat aktif dalam perumusan penerapan konsep-konsep TPM (Total Productive Maintenance) di perusahaan tempatnya bekerja. Juga pernah memimpin kajian dan penerapan rumusan OEE (Overall Equipment Effectiveness) yang bisa..... ...selengkapnya