Setelah dari artikel sebelumnya kita bicara bagaimana menentukan lokasi mana dan produk apa yang harus dibuktikan dalam validasi pembersihan, sekarang kita coba telaah hal berikutnya adalah tentang bagaimana kita melakukan pengujiannya. Sekedar mengingat kembali apa yang sudah kita bicarakan pada artikel sebelumnya. Mengapa penentuan lokasi uji itu penting? Hal yang kemudian kita tetapkan sebagai Worst Case Location. Karena pada dasarnya kita terlalu berlebihan atau bahkan tak mungkin untuk melakukan pemeriksaan sisa residu proses sebelumnya pada semua luasan permukaan kontak produk. Kita harus tentukan tempat yang secara ilmiah dan risiko bisa dipertanggung-jawabkan bahwa bila bisa dibuktikan residu di lokasi tersebut memenuhi kriteria penerimaan, artinya seluruh bidang kontak juga memenuhi kriteria penerimaan. Sementara itu penentuan produk, sebagai Worst Case Product, produk yang kita pilih dimana setelah proses produksi produk tersebut dilakukan simulasi pembersihan untuk dibuktikan residunya. Penentuan worst case produk secara ilmiah dan risiko penting terutama bila dalam fasilitas produksi pada cakupan validasi pembersihan melibatkan banyak produk di sana. Kita tak perlu melakukan uji simulasi terhadap semua produk tersebut.

Tahap awal pengujian sisa residu pada lokasi dan produk yang dipilih, kita perlu ambil dan tentukan sampel. Seperti teorinya statistik mengatakan bahwa penentuan sampel (lokasi dan jumlah) akan sangat menentukan profil populasi atas parameter yang dipilih.  Lokasi, secara ilmiah sudah ditetapkan sesuai pendekatan yang saya paparkan dalam artikel ini. Sementara jumlah, walaupun pada konsep QbD (Quality by Design) mulai dikenalkan pendekatan statistik yang mungkin terasa agak njlimet, untuk perhitungan berapa kali jumlah pengulangan simulasi dan pengambillan sampel berdasar data skala lab dan skala pilot, tapi untuk kali ini, mudahnya kita acu saja ketentuan umum yang saat ini diterima banyak pihak yaitu pembuktian 3 kali berturut-turut. Untuk meningkatkan akurasi pada setiap sampel pun, juga bisa didekati dengan pengukuran/pengujian duplo atau triplo sesuai rationale yang kita tetapkan, sehingga bisa kita lakukan sub-grouping dalam perhitungan statistik hasil pengujian  Lain kesempatan mungkin kita akan ulas lebih dalam tentang QbD ini.

Lalu bagaimana cara sampel itu diperoleh. Untuk validasi pembersihan, metoda yang umum dan menjadi common-practice ada 2 yaitu: Swab Sampling dan Rinse Sampling. Ada perdebatan mengenai boleh tidaknya menggunakan pendekatan observasi visual pada worst-case location. Bahkan sudah ada jurnal-jurnal yang memberikan bukti ilmiah tentang pengujian visual ini. Sampai dengan metoda studi recovery dan bagaimana menghitung acceptable limit pada pembuktian visual. Saya sendiri berpendapat, pengujian visual ini masih berada pada wilayah abu-abu, yang mana mungkin tidak begitu 'disukai' oleh regulator bila itu dipakai sebagai satu-satunya metoda uji pada sebuah lokasi pengujian validasi pembersihan. Observasi visual menurut saya penting sebagai penanda awal sebelum kita melakukan swabbing atau rinsing. Residu yang jelas terlihat secara visual tidak perlu lagi dibuktikan dengan metoda analitik, walaupun bisa jadi hasil pengujian dibanding syarat keberterimaan nantinya memenuhi. Residu yang jelas terlihat oleh mata, walaupun mungkin bisa dibuktikan aman dan tidak mempengaruhi kualitas produk berikutnya, bagaimana pun juga tidak akan memenuhi sifat umum terhadap apa yang dikatakan sebagai hasil pencucian yang 'bersih'.

Swab Sampling saya pikir adalah metoda pengambilan sampel yang umum bagi para praktisi industri farmasi, terutama yang banyak berkecimpung di laboratorium pengujian. Metoda pengambilan sampel menggunakan polyester swab, atau orang lebih familier dengan brand salah satu pemegang merk terkenal alat ini yaitu Texwipe, diusapkan pada lokasi sampel dengan metoda tertentu, kemudian ujung Texwipe ini dipotong dan di-'rendam' dalam pelarut. Larutan inilah yang kemudian diuji analitik sesuai dengan parameter uji yang ingin diketahui.

Polyester Swab

gbr atas: Contoh Polyester-swab pada suatu kebutuhan penggunaan

 Pola Swabbing

gbr atas: Beberapa Pola Metoda Swabbing

Rinse Sampling  adalah pengambilan sampel pada sistem pencucian yang umumnya mungkin dilakukan pembilasan. Sebelumnya, kita mungkin perlu mengenal dulu beberapa istilah para metoda pembersihan itu sendiri. Yaitu CIP (Clean In Place), COP (Clean Out of Place) dan pencucian manual. CIP, obyek yang dicuci tidak kemana-mana, parameter pencucian seperti jumlah air, flow, tekanan, suhu, dsb bisa diatur untuk melakukan pencucian sehingga dijamin reproducibility-nya. COP, biasanya berupa komponen, part, wadah, dsb, pada sebuah mesin, yang bisa dilepas, kemudian bisa dibawa pada sebuah chamber pencucian tertutup. Peletakkan, komponen, part, dsb dalam chamber itu dibuat sehingga selalu tetap, kemudian parameter pencucian, jumlah air, suhu, tekanan, dsb bisa diatur dalam mencuci part di dalam chamber tertutup tersebut sehingga juga akan selalu dijamin reproducibility-nya. Sementara proses cuci manual, baik mesin yang selalu pada tempatnya, ataupun part yang bisa dilepas dibawa ke sink / washbak terbuka untuk pencucian, tapi semua parameter pencucian masih tergantung dengan intervensi dari petugas cuci.

Nah, dari keterangan diatas, metoda rinse sampling hanya bisa dilakukan pada proses pencucian CIP dan COP. Dengan pertimbangan bahwa proses pembilasannya bisa dijamin sifat reproducibility-nya. Ada pendapat bahwa proses pencucian manual pun bisa dilakukan pengambilan sampel rinse, misalnya saat komponen yang dicuci dengan sink terbuka, saat bilasan terakhir, setelah air melewati part, ditampung dan diuji. Tapi yang sulit dikendalikan lagi-lagi sifat reproducibility-nya, bukan hanya pada reproducibility proses pencuciannya, tapi reproducibilty pengambilan sampelnya.

Pada rinse sampling ini sebenarnya juga terdapat dua pendapat. Yaitu, mengambil sampel pada bilasan terakhir prosedur pembersihannya, ditampung untuk pengujian parameternya. Sementara pendapat yang lain menganggap hal tersebut kurang tepat. Yang lebih tepat adalah: prosedur pembersihan dilakukan sampai selesai sampai dengan tahapan pembilasan terakhir, lakukan proses pengeringan sesuai prosedurnya, karena tahap akhir pengeringan, bagaimana pun juga adalah status 'clean and dry' pada sebuah permukaan kontak produk. Baru ketika status 'clean and dry' terpenuhi, lakukan pembilasan lagi yang dimaksudkan untuk pengambilan sampel. Kedua pendapat memiliki rationale yang menurut saya bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Setelah sampel didapat, kemudian lakukan pengujian analitik atau pengukuran atas sebuah parameter pada sampel. Parameter pengujian ada dua pendekatan: Pengujian spesifik, yaitu mengukur langsung kadar sampel atas residu yang kita ingin ketahui. Pengujian spesifik adalah uji yang direkomendasikan menjadi pilihan utama, tapi hal itu tidak selalu mudah, terutama bila dalam validasi metode analisis kadar residu ternyata didapat LOD (Limit of Detection) dan LOQ (Limit of Quantification) diperoleh masih lebih tinggi dari batas penerimaan residu. Sehingga kemudian ada Pengujian non-spesifik. Umumnya pengujian non-spesifik kemudian di-desain mudah, parameter yang umum dipilih adalah kadar TOC (Total Organic Carbon), kemudian bisa dilengkapi dengan konduktifitas dan pH. Pengujian non-spesifik memang memiliki keterbatasan, dimana hasil pengukuran yang diperoleh bisa jadi tidak bisa langsung bisa dipastikan keseluruhannya merupakan kontribusi yang berasal dari residu (product worst case ataupun media pembersih). Tapi paling tidak bisa memastikan bahwa bila uji non-spesifik memenuhi kriteria penerimaan, maka pasti residu pembersihan memenuhi kriteria penerimaan batas yang diperbolehkan.

Hasil pengukuran / pengujian analitik ini yang kemudian dibandingkan dengan batas penerimaan (atau sering disebut dengan Limit Residu Validasi Pembersihan). Batas Penerimaan yang cara menghitungnya merupakan hal penting tersendiri yang akan saya ulas di artikel berikutnya, sekaligus sebagai penutup dari cerita saya tentang wawasan untuk menengarai hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam Validasi Pembersihan (terdiri dari 4 artikel).

Satu lagi hal saat melakukan sampling dan pengujian, yang harus juga seksama harus dilakukan adalah apa yang dinamakan Recovery Study. Dari cerita dari awal artikel ini, bila coba kita rangkum kegiatannya, adalah sejak pengambilan sampel (metoda), handling sampel ke tempat pengujiannya, pilihan pengujian analitiknya, sampai dengan angka hasil pengukuran parameter residu di dapat. Pertanyaan kemudian adalah apakah angka itu benar-benar mencerminkan residu pada Location Worst Case. Ada hal yang harus di-challenge di sini, mungkin sama halnya dengan sifat sensitifitas pada sebuah pengukuran atau pengujian. Pertanyaan yang kemudian perlu dilakukan uji yang saya sebut dengan Recovery Study di atas.

Misal pengujian residu kita pilih dengan cara swabbing, studi recovery-nya kurang lebih: dengan sengaja kita buat larutan residu dengan beberapa pilihan konsentrasi, sebisa mungkin konsentrasi batas penerimaan residu berada di titik tengah pilihan konsentrasi tersebut, kemudian larutan konsentrasi tertentu residu sengaja kita cemarkan pada sebuah permukaan dengan ukuran tertentu. Permukaan ukuran tertentu yang disebut dengan coupon. Sebisa mungkin coupon ini mewakili hal yang sama, terutama pada jenis material dan kekasaran permukaan pada location worst case. Proses pemberian kontaminasi residu ini disebut dengan Spiking, atau Spike Study. Metodenya sebenarnya juga ada cukup beragam tergantung dari bahan residu dan material permukaan, dengan tujuan efektif dalam 'mencemari' permukaan coupon.

Kemudian kita lakukan tahap pengambilan sampel sampa dengan pengujian, prosedur yang sama persis dengan yang kita lakukan saat pelaksanaan validasi pembersihan nantinya. Hasil pengukuran parameter residu kemudian dibandingkan dengan konsentrasi yang sengaja diberikan saat spiking. Yang cukup menantang bagi kita, terutama untuk industri farmasi di wilayah hukum Indonesia adalah, di Petunjuk Operational Pedoman CPOB 2012 di poin 12.36 tentang Metoda analisis sampel validasi pembersihan, disebutkan bahwa: Batas perolehan (recovery) pada validasi metode analisis pemeriksaan residu hendaklah minimal 80%. Pengalaman saya hal itu tidak mudah. Upaya untuk meningkatkan recovery bila didapat hasil kurang dari 80% (misal: memperbaiki spiking, memperbaiki metoda sampling, pemilihan pelarut yang lebih tepat, memperbaiki handling sampel, kalibrasi dan kualifikasi instrumen ukur, dsb) tidak selalu kemudian menjadikannya memenuhi syarat diatas 80%.

Bila kita lihat regulasi di Amerika dan Eropa, penerimaan angka recovery ini ternyata lebih longgar. Di-deskripsikan sebagai berikut:

Recovery Study

Anda bisa lihat bahwa pada hasil recovery dibawah 50% pun regulasi masih memperbolehkan justifikasi terhadapnya, untuk menjadikannya langsung bisa dipakai sebagai perhitungan faktor koreksi terhadap hasil pengukuran residu validasi pembersihan. Walaupun juga ada rekomendasi untuk melakukan optimasi metoda dan tentunya dokumentasi tentang rationale atas jutisfikasi.

Recovery Study pada Rinse sampling, juga kurang lebih sama, tantangannya biasanya pada bagaimana kita melakukan simulasi proses pembilasan untuk mendapatkan sampel yang akan ditampung kemudian diuji parameter residunya.

(bersambung)

Pitoyo Amrih

Referensi:

1. PDA TR 29, Point to Consider for Cleaning Validation, 2012

2. Parlane, Maurice; Cleaning Validation, Theory and Practice; ISPE PV Team, CBE Pty Ltd, Australia, 2017.

 

Ada sebuah perusahaan fiktif bernama PT MAJU. Perusahaan ini memproduksi air mineral dalam kemasan gelasplastik. Mesin yang dimiliki perusahaan ini adalah mesin pembentuk gelas plastik sekaligus mengisi air mineral, sebanyak dua unit.

Bulan ini pesanan begitu meningkat. Bagian pemasaran yang telah berhasil melakukan promosi membuat bagian produksi jungkir-balik selama dua puluh empat jam menjalankan mesinnya untuk mengejar permintaan bagian pemasaran. Dan sudah terlihat di depan mata, bulan depan pesanan bagian pemasaran naik 30 % dari bulan sekarang. Sementara bulan ini mesin telah jalan siang malam, bahkan minggu pun masuk untuk mengejar kekurangannya.

“Gila! Harus segera saya usulkan membeli satu unit mesin lagi untuk mengejar permintaan bulan depan,” teriak Pak Joni, sang kepala produksi. “Dan awal bulan depan mesin itu sudah di sini..!” imbuhnya.   ...selengkapnya

Bookmark This

Follow Us

Powered by CoalaWeb

 

KupasPitoyo, KumpulanTulisan Pitoyo Amrih, yang juga berbicara tentang Pemberdayaan Diri, ..pemberdayaan berkesinambungan bagi diri sendiri, keluarga, dan bangsa... khususnya melalui budaya..  this link is under construction..

Pitoyo Amrih.... terlibat aktif dalam perumusan penerapan konsep-konsep TPM (Total Productive Maintenance) di perusahaan tempatnya bekerja. Juga pernah memimpin kajian dan penerapan rumusan OEE (Overall Equipment Effectiveness) yang bisa.....  ...selengkapnya