Sebagai penutup dari empat artikel tentang pengantar untuk wawasan Validasi Pembersihan (CV=Cleaning Validation) ini, kita akan bicarakan bagaimana menentukan batas penerimaan residu dari sebuah proses pembersihan. Sedikit membawa gambaran agar terhubung dengan pembicaraan kita sebelumnya: Adalah bagaimana kita memberi penekanan pada hal-hal yang penting dalam kegiatan Validasi Pembersihan. Tentang bagaimana kita menentukan lokasi mana yang harus kita buktikan adanya residu yang mungkin masih tertinggal setelah proses pemberihan (Worst Case Location). Tentang bagaimana kita menentukan produk apa yang akan kita pilih sebagai obyek validasi, dimana setelah proses produksi produk tersebut, kita simulasikan prosedur pembersihan dan kita buktikan residu yang tertinggal masih pada batas penerimaan (Worst Case Product). Dalam pembicaraan tentang worst case product juga terdapat worst case component, yaitu komponen formula yang kita nilai memiliki risiko tertinggi bila residu yang tertinggal tidak berada di bawah batas penerimaan. Dan artikel sebelumnya kita sudah melihat wawasan tentang bagaimana kita menguji untuk mengetahui residu setelah prosedur pembersihan dilakukan.

Perhitungan Batas Residu Terbawa (saya coba terjemahkan dari istilah bahasa Inggris: MACO, Maximal Allowable Carry Over), terdapat banyak alternatif untuk mendekatinya, dilakukan oleh para praktisi, tentunya semua dalam upaya agar perhitungan itu mudah. Mudah dilakukan perhitungan, mudah untuk ditelusuri proses perhitungan tersebut. Saya sendiri mencoba melakukan pendekatan persamaan dari pengertian umumnya sampai dengan detail persamaan untuk tiap metode uji sehingga bisa dengan mudah dipahami. Residu Terbawa, seperti yang sudah kita diskusikan sebelumnya, bisa berupa residu komponen produk paling berisiko dari produk sebelumnya (sebelum proses pembersihan), residu cairan pembersih, dan adanya kontaminasi mikrobiologi.

Kita coba dulu dalami tentang Residu Komponen Produk sebelumnya. Bagaimana pun juga, dalam proses pembersihan sebuah fasilitas produksi terutama pada permukaan kontak yang dipakai secara bersama antar berbagai produk, kita tidak mungkin untuk menuntut sebuah prosedur pembersihan yang menjamin bahwa tidak ada residu dari produk sebelumnya (saya menggunakan istilah yang sering dipakai untuk produk sebelum proses pembersihan, yaitu JC=Just Completed) yang terbawa oleh produk berikutnya setelah proses pembersihan (saya juga gunakan istilah umum untuk produk yang diproduksi setelah proses pembersihan dilakukan, yaitu NP=Next Product). Yang bisa dilakukan adalah memastikan bahwa residu terbawa itu ada pada batas aman. Sehingga ada kriteria ukuran kuantitatif Batas Aman (istilah yang sering dipakai adalah Limit) untuk tiap komponen produk (terutama zat aktif). Dari sini kita bisa lakukan rationale bahwa: Hasil Uji harus berada di bawah Batas Residu Terbawa Aman pada Next Product. Sedangkan Batas Residu Terbawa Aman pada Next Product adalah Batas Aman Komponen Produk (Limit) Just Completed pada Besar Batch Terkecil (Minimum Batch Size = MinBS) tiap Dosis Harian Terbesar (Maximum Daily Dose = MaxDD) produk Next Product. Untuk mudahnya bisa kita buat persamaan sederhana:

Persamaan Cleaning Val 1................ (1)

Para praktisi kemudian menambahkan besaran Sf (Safety Factor) dimana angka umumnya adalah 1 sampai dengan 10.000. Angka 1 untuk proses pembersihan yang melibatkan produk dengan risiko rendah (misalnya produk topikal) sedang angka 10.000 untuk misalnya produk parenteral. Sehingga persamaan umumnya menjadi:

Persamaan Clean Val 2............. (2)

Limit yang dipakai, pendekatan yang digunakan terdapat 3 pilihan, yaitu:

10 ppm, sehingga pada pendekatan ini langung bisa menggantikan persamaan LimitJC / MaxDDNP dengan 10 ppm. Atau mungkin bisa diungkap secara definitif pada metode 10 ppm ini adalah, maksimum boleh terdapat 10 mg komponen worst case Just Completed pada setiap 1 kg maksimum Daily Dose Next Product.

Therapeutic Dose, dengan pendekatan ini, LimitJC adalah nilai dosis terapi dari komponen worst-case dari product worst case yang sudah ditetapkan. Dengan menyamakan satuan dengan MaxDDNP misalnya menggunakan mg/hari, maka persamaan LimitJC / MaxDDNP satuannya bisa saling menghilangkan.

Toxicity, dengan pendekatan ini, LimitJC adalah nilai toxicity dari komponen worst-case dari product worst case yang sudah ditetapkan. Nilai toxicity bisa didapat dari persamaan sesuai parameter hasil uji yang tersedia di jurnal yang telah dipublikasikan. Parameter hasil uji tersebut bisa berupa nilai ADE (Acceptable Daily Exposure), PDE (Permitted Daily Exposure), LD50, allergenic level, dan lainnya. Sama dengan di pendekatan Therapetic, menyamakan satuan menjadi mg/hari sehingga menghasilkan persamaan LimitJC / MaxDDNP , satuannya bisa saling menghilangkan. Perlu diperhatikan bahwa perhitungan toxicology, terdapat beberapa persamaan untuk mendapatkan LimitJC nya, di sana juga melibatkan besaran-besaran parameter seperti: No-Observed-Effect-Level (NOEL), No-Observed-Adverse-Effect-Level (NOAEL), Body Weight Adjustment, Faktor Koreksi untuk: Uncertainty (interspecies factor), Pharmacokinetic adjustment (route-to-route-adjustment), Modifying Factor, Variability Between Individuals, dsb.

Sehingga pada sisi kiri di atas, hasil perkaliannya akan tersisa satuan dalam massa, misalnya bisa kita konversikan seragam dalam mg. Lalu pendekatan mana yang kita pakai? Di luar sana masih cukup hangat diskusi mengenai hal ini. Ada pendapat untuk tetap menghitung ketiga pendekatan tersebut dan dicari yang terkecil, sebagai kondisi worst-case. Tapi ada pendapat juga justru worst-case-nya  dipakai yang terbesar, dengan rationale bahwa pada pendekatan terbesar pun masih aman dan diperbolehkan. Perdebatan juga terjadi pada pendekatan 10 ppm tentang apakah metodologi itu cukup pantas digunakan. Karena bila kita masukkan, misalnya suatu ketika hasil matriks simulasi pembersihan menghasilkan komponen worst-case JC yang high-potent dengan angka mg/hari toxicity rendah, sementara setelah proses pembersihan dipakai produk yang Maksimum Dailty Dose nya besar, maka angka batas amannya menjadi sangat kecil dan bisa jadi tidak mungkin untuk dibuktikan. Angka Toxicity juga sepanjang saya tahu terkadang ada kendala dimana parameter yang dibutuhkan tidak selalu tersedia. Tapi pada akhirnya, apapun pilihan kita, yang jelas kita harus tetap bisa menunjukkan secara ilmiah dan risiko, rationale terhadap pendekatan perhitungan batas mana yang akan kita pakai.

Nah, setelah Batas Residu Terbawa Aman kita peroleh, langkah berikutnya, kita perlu membedakan batas itu ketika dibandingkan dengan Hasil Uji, apakah pengujian kita menggunakan metoda Swab atau Rinse. Kita khususkan dulu pada sisi kiri persamaan (2), misalnya kita ganti persamaan sisi kiri tersebut dengan nama MACO, maka untuk metoda Swab persamaan menjadi:

Persamaan Clean Val 3 ................. (3)

dimana Swab Area adalah luas area pengambilan sampel, sementara Share Surface Area (SSA) adalah seluruh permukaan kontak produk yang dipakai bersama antara produk JC dan NP. Kedua parameter memiliki besaran sama yaitu luas, sehingga satuannya bisa saling menghilangkan. Pada penyebut adalah Volume Pelarut Sampel Swab, adalah volume pelarut dimana ujung textwipe pengambilan sampel swab dilarutkan. Bila kita memakai pelarut air, dan satuan volume dalam liter yang didekati dengan massa 1 kg, maka persamaan diatas pada akhirnya bisa didekati dengan satuan mg/kg atau ppm. Untuk metoda Rinse maka persamaannya menjadi:

Persamaan Clean Val 4................................ (4)

Dengan Volume Rinse adalah banyaknya volume pembilasan pada satu kali siklus pembilasan. Dengan satuan Liter. Sama dengan di atas, bila bilasan menggunakan media air, maka hasil dari persamaan ini bisa didekati dengan satuan ppm.

Batas Residu Terbawa Aman (dengan satuan ppm) hasil perhitungan di atas, baik metode swab maupun rinse, adalah batas, dibandingkan dengan Hasil Uji di sisi kanan persamaan (2). Hasil uji, apakah itu uji spesifik atau pun non spesifik, bisa dikonversikan menjadi satuan ppm. Jangan lupa, untuk dibandingkan dengan batas, hasil uji harus terlebih dulu dikalikan dengan angka Recovery dari hasil Studi Recovery (lihat artikel sebelumnya)

Untuk kasus uji Spesifik, perlu diverifikasi dulu apakah Batas Residu Terbawa Aman hasil perhitungan diatas, baik metode swab maupun rinse masih berada di atas LOD (Limit of Detection) dan LOQ (Limit of Quantification) dari Validasi metode analisis uji kimia tersebut. Bila tidak, maka justru uji spesifik yang akan dilakukan, bagaimana pun juga tidak memiliki cukup dasar untuk menjamin keakuratannya. Sementara untuk kasus menggunakan pengujian non-spesifik TOC, Batas Residu Aman (dengan satuan ppm) masih perlu dikalikan dengan (Bobot Molekul Carbon/Bobot Molekul Senyawa) komponen worst case yang ditetapkan. Hanya saja kelemahan uji TOC, yang tidak spesifik, bila hasil uji dibawah batas, maka bagaimana pun juga residu itu aman walaupun di sana ada kemungkinan peran molekul C lain bukan dari komponen worst-case. Namun bila hasil uji di atas batas aman, maka sebenarnya juga belum tentu hal itu memastikan residu komponen worst-case yang di atas batas.

Batas Residu Terbawa Aman untuk Residu Cairan Pembersih, juga dilakukan dengan perhitungan yang sama seperti diatas, hanya saja pendekatan yang tersedia hanya ada 2 yaitu: 10 ppm dan Toxicity. Sedang untuk Batas Residu Terbawa Aman untuk parameter mikrobiologi, biasanya orang mendekatinya dengan syarat batas penerimaan mikrobiologi pada produk tersebut.

Pitoyo Amrih

Referensi:

1. PDA TR 29, Point to Consider for Cleaning Validation, 2012

2. Parlane, Maurice; Cleaning Validation, Theory and Practice; ISPE PV Team, CBE Pty Ltd, Australia, 2017.

3. Petunjuk Operasional CPOB 2012; Lampiran 12.35a. Contoh Protap Validasi Prosedur Pembersihan, BPOM RI, 2012.

4. Dolan DG, Neumann BD, Sargent EV, Maier A, Dourson M; Application of the Threshold of toxicological Concern Concept to Pharmaceutical Manufacturing Operation; Regul. Tov. Pharm; 2005.

Ada sebuah perusahaan fiktif bernama PT MAJU. Perusahaan ini memproduksi air mineral dalam kemasan gelasplastik. Mesin yang dimiliki perusahaan ini adalah mesin pembentuk gelas plastik sekaligus mengisi air mineral, sebanyak dua unit.

Bulan ini pesanan begitu meningkat. Bagian pemasaran yang telah berhasil melakukan promosi membuat bagian produksi jungkir-balik selama dua puluh empat jam menjalankan mesinnya untuk mengejar permintaan bagian pemasaran. Dan sudah terlihat di depan mata, bulan depan pesanan bagian pemasaran naik 30 % dari bulan sekarang. Sementara bulan ini mesin telah jalan siang malam, bahkan minggu pun masuk untuk mengejar kekurangannya.

“Gila! Harus segera saya usulkan membeli satu unit mesin lagi untuk mengejar permintaan bulan depan,” teriak Pak Joni, sang kepala produksi. “Dan awal bulan depan mesin itu sudah di sini..!” imbuhnya.   ...selengkapnya

Bookmark This

Follow Us

Powered by CoalaWeb

 

KupasPitoyo, KumpulanTulisan Pitoyo Amrih, yang juga berbicara tentang Pemberdayaan Diri, ..pemberdayaan berkesinambungan bagi diri sendiri, keluarga, dan bangsa... khususnya melalui budaya..  this link is under construction..

Pitoyo Amrih.... terlibat aktif dalam perumusan penerapan konsep-konsep TPM (Total Productive Maintenance) di perusahaan tempatnya bekerja. Juga pernah memimpin kajian dan penerapan rumusan OEE (Overall Equipment Effectiveness) yang bisa.....  ...selengkapnya