Saya menulis ini sebenarnya hanya sekedar sebagai pengantar bahwa penting bagi kita untuk membaca dan memahami buku yang menurut saya luar biasa, yaitu: Validation and Qualification in Analytical Laboratories, oleh Ludwig Huber, seorang praktisi sekaligus ilmuwan di sebuah perusahan instrumen analitik laboratorium besar Agilent Technologies. Mr. Huber yang juga menyandang gelar Doktor-ph.D untuk disiplin ilmu Chemical Engineering, di Univesritas Karlsruhe, Jerman. Saya membaca buku ini kebetulan yang edisi ke-dua terbitan tahun 2007, mungkin sudah terbit edisi berikutnya. Buku ini penting jadi rujukan dan wawasan, terutama para praktisi di laboratorium dan praktisi kualifikasi-validasi.

Saya melihat, sebagian besar peralatan utama di laboratorium analitik, pada dasarnya adalah sebuah alat ukur. Bisa alat ukur besaran fisika, kimia, atau mikrobiologi. Namanya alat ukur, tentunya hal yang utama dituntut padanya adalah masalah keakurasian dan sifat-sifat ilimiah alat ukur yang menyertainya (kepresisian, linieritas, batas mampu ukur terkecil, repeatability, dsb). Hanya saja, peralatan ukur di laboratorium memiliki kompleksitas tidak seperti peralatan ukur yang digunakan di lapangan. Ada tahap yang membutuhkan analisis dalam, itulah mengapa disebut sebagai analitik. Alat ukur konduktifitas misalnya, mungkin kita mengenal banyak alat ukur konduktifitas portable, bisa digunakan di lapangan, tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan, mudah dibawa, tapi segala nilai tambah itu biasanya mengandung konsekuensi sifat keakurasian dan kepresisian yang tidak seperti peralatan analitik di laboratorium. Sementara demi mendapatkan hasil akurat dan presisi, maka peralatan ukur tak lagi sederhana, disana kemudian berkembang teknologi, tidak hanya mekanik, juga elektrik, bahkan elektronik, sampai ke perangkat lunaknya, itulah mengapa alat ukur di laboratorium kita sebut sebagai instrumen. Ditambah lagi ada tahapan pengukuran atau pengujian yang juga harus melalui tahapan preparasi sampel yang benar, butuh alat atau bahan bantu dalam pengujiannya, ada bahan baku pembanding sebagai nilai ukur acuan, membutuhkan lingkungan yang dikondisikan dengan baik. Metode Analisa yang tervalidasi. Sesuatu yang hanya bisa dilakukan di tempat yang kita desain pada peruntukan itu yang kita sebut sebagai laboratorium.

Bila dilihat secara menyeluruh, sebuah alat ukur, instrumen pengukuran, entah itu besaran fisika atau kimia, haruslah dituntut sebuah keakurasian. Kesesuaian dengan nilai sebenarnya. Secara berkala dilakukan upaya untuk melakukan pemastian terhadapnya. Kegiatan yang disebut dengan Kalibrasi. Entah dengan cara membandingkan dengan alat ukur sejenis dengan kemampuan akurasi lebih tinggi, dan memiliki ketertelusuran kalibrasi. Entah dengan bahan standar yang besarannya sudah diketahui dan memiliki ketertelusuran terhadap pemastiannya. Ataupun dengan metode-metode tertentu yang secara ilmiah bisa dipertanggung-jawabkan sehingga setiap kali mengukur dengan alat tersebut bisa kita percaya nilai besaran ukur yang dihasilkan.

Kemudian ketika intrumen ukur laboratorium sudah memiliki kompleksitas tertentu dengan berbagai fungsi pelengkap di dalamnya, yang tidak hanya bertujuan mendapatkan hasil akurat dan presisi, maka terhadapnya, perlu tahapan lagi yang disebut dengan Kualifikasi. Misalnya instrumen yang dilengkapi dengan fungsi-fungsi untuk melakukan pengkondisian suhu (oven misalnya), atau instrumen yang memang digunakan sebagai tempat preparasi sampel (bio-safety cabinet umpamanya). Di oven kita tahu adalah sebuah pemanas, ada indikator suhu yang menunjukkan suhu di dalam chamber oven, sehingga dilakukan upaya kalibrasi terhadap sensor dan indikator suhu. Tapi ketika kemudian kita bertanya apakah suhu yang ditunjukkan memang benar adalah suhu yang seragam di seluruh bagian dalam ruang oven tersebut. Untuk memastikan disanalah perlu pembuktian. Kualifikasi. Yang perlakuannya seperti konsep kualifikasi pada umumnya, dimulai dari Kualifikasi Desain (menguji kesesuaian antara peruntukkan, koridor regulasi, dan oven yang dipilih), Kualifikasi Instalasi (menguji apakah komponen-komponen di dalamnya mendukung peruntukannya), Kualifikasi Operasional (menguji sistem operasional termasuk sistem kontrol dan pengaman, apakah menjawab peruntukannya dan regulasi tentang keamanan) dan Kualifikasi Kinerja (menguji apakah oven memiliki kinerja sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan - misalnya kerataan suhu maksimal selisih suhu tertinggi terendah di dalam chamber pada suatu angka penunjukkan suhu tidak boleh lebih dari plus-minus 1 °C dengan melakukan pemetaan suhu). Bio-safety Cabinet seperti contoh diatas, biasanya dilengkapi dengan indokator flow udara, indikator intensitas UV bila disana dilengkapi UV-lamp. Semua indikator butuh dikalibrasi, tapi apakah keseluruhan fungsi instrumen tersebut sesuai dengan spesifikasi dan peruntukannya? Disanalah butuh Kualifikasi.

Dua hal di atas, adalah sesuatu yang mendasar harus dipenuhi. Betul bahwa tidak semua instrumen harus dikalibrasi dan kualifikasi. Instrumen ukur sederhana misal alat ukur dimensi jangka sorong untuk uji kualitas geometri botol kemasan misalnya, cukup hanya dikalibrasi. Sementara Dissolution-tester, selain kalibrasi terhadap suhu, putaran, dan dimensi kelurusan poros, juga harus dilakukan kualifikasi hingga pemastian kinerjanya. Lalu manakah instrumen yang boleh hanya kalibrasi, dan mana yang komplit harus disertai kualifikasi. Pendekatan Science dan Risk Analysist yang dijabarkan di buku ini sederhana, sangat mudah dipahami, dan aplikatif dengan keseharian kegiatan di laboratorium, terutama laboratorium uji kualitas, terutama di lingkup industri farmasi.

Isu tentang Data Integrity, saat ini banyak mengemuka. Karena bagaimana pun juga data hasil pengukuran dan pengujian, nantinya akan dicantumkan dalam dokumen resmi, diolah secara statistik, dan menjadi kesimpulan dalam konfirmasinya terhadap kriteria penerimaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tercantum di rekaman bets untuk keputusan release produk misalnya, di laporan validasi proses, mungkin juga dokumen terkait studi investigasi terhadap sebuah masalah. Bagaimana data yang keluar dari hasil pengujian dan pengukuran laboratorium, data itu jugalah yang kemudian diolah, dan disajikan. Dilakukan oleh petugas yang memang memiliki wewenang terhadapnya, disetujui oleh pejabat yang memiliki otorisasi terhadapnya. Teknologi kemudian berinovasi agar praktek-praktek yang memungkinkan terjadinya deviasi terhadap tercapainya sifat data integrity bisa dikendalikan. Munculah kemudian instrumen yang dilengkapi perangkat software sehingga bisa mengelola data yang disajikan memiliki prinsip-prinsip data elektronis dalam koridor regulasi. Dilengkapi PC, baik yang stand-alone mengikuti instrumen maupun merupakan keluarga sebuah jaringan komputer. Yang didalamnya terdapat software perekam, pengolah, penyimpan dan penyaji data.

Lalu bagaimana pembuktian terhadap hal itu? Bila memang perangkat laboratorium tersebut termasuk kelompok instrumen yang masuk kategori mampu mengelola data elektronik seperti jabaran di atas, maka ada tahapan kemudian yang disebut dengan Validasi Komputer. Kini banyak populer dengan sebutan CSV - Computer System Validastion - . Lalu instrumen mana yang harus juga melewati tahap Validasi Komputer? Kembali kajian ilmiah dan risiko harus dilakukan, sehingga bisa memberi justifikasi terhadapnya. Instrumen yang tidak dilengkapi kemampuan mengelola data elektronik, tentunya tidak ada kebutuhan melakukan validasi komputer terhadapnya, tapi tetap, data manual yang kemudian dikelola harus melewati pembuktian sifat data-integrity-nya. Apakah ketika melakukan validasi metode analisa (di tahap berikutnya), atau bisa diuji melalui CAPA system laboratorium ataupun sistem mutu dalam lingkup lebih luas di organisasi industri. Untuk instrumen yang dilengkapi kemampuan mengelola data elektronis, banyak kasus terkadang kemampuan itu tidak diaplikasikan secara optimal. Misalnya sistem memiliki kemampuan password-management, ada kelola privilege dan otorisasi di sana, untuk petugas sampling, analis, supervisor, yang memiliki kewenangan berbeda-beda. Tapi itu semua tidak difungsikan, semua bisa mengakses semua menu, password-nya satu. Pilihan hal ini, dengan kajian yang bisa dipertanggungjawabkan mungkin tidak perlu validasi komputer, asal sistem data manual tetap diupayakan pemenuhan sifat data-integrity-nya. Atau lakukan validasi komputer, setelah semua pemanfaatan kemampuan software digunakan.

Seperti yang saya kemukaan di atas, itu semua adalah pondasi dalam menjamin mutu fungsi kerja instrumen di laboratorium analitik. Seperti digambarkan Ludwig Huber dengan bagan dibawah:

BaganMutu Instrumen Lab

sumber: Analytical Instrument Qualification and System Validation, Ludwig Huber, Agilent Technology, 2009.

Dari kajian ilmiah dan risiko, untuk instrumen ukur yang hanya perlu kalibrasi saja, tentunya hanya berhenti di dasar segitiga saja. Pemastiannya adalah pada proses kalibrasi. Untuk yang instrumen yang juga perlu Kualifikasi, bahkan bila sampai ke Validasi Komputer, bisa jadi juga hanya berhenti pada dasar segitiga bagan di atas juga. Biasanya bila instrumen tersebut sejak dari sampel sampai dengan data keluar merupakan instrumen ukur yang berdiri sendiri. Tapi beda ceritanya bila sejak dari sampel sampai dengan data ukur keluar melewati banyak tahap, melibatkan beberapa instrumen bantu. Misalnya dalam rangka pemeriksaan kadar zat aktif. Akan melibatkan timbangan analitik, labu takar, banyak bahan, proses filtrasi fase gerak, penggunaan HPLC dengan kolom tertentu. Maka kelompok ini akan mengikuti bagan segitiga. Karena yg dilihat tidak lagi pada instrumen, tapi pada sistem metode analisa yang dilakukan. Timbangan analitik yang dipakai harus sudah terkalibrasi, mungkin juga perlu tahap kualifikasi. Labu takar harus memiliki status terkalibrasi baik. HPLC-nya sendiri harus melalui tahap kalibrasi dan kuallifikasi. Bahkan bila dilengkapi software pengolah data, bisa jadi ada tahap Validasi Komputer. Maka semua instrumen itu tergabung digunakan untuk mengukur kadar dalam sebuah prosedur pemeriksaan pada suatu metoda analisa yang ditetapkan. Maka keharusan kemudian adalah pada herarki selanjutnya di segitiga di atas yaitu tahap Validasi Metoda Analisis-nya. Protokol Validasi dan kriteria penerimaan bisa jadi terus berkembang tergantung kadar bahan yang diperiksa, ketersediaan teknologi dan kajian ilmiah metode itu sendiri. Begitu seterusnya seperti tuntutan pemastian mutu yang ditetapkan oleh masing-masing industri.

Pertanyaan berikutnya yang mengemuka biasanya adalah siapa yang akan melakukan itu semua. Apakah praktisi di laboratorium yang mungkin belum tentu memiliki gambaran besar tentang konsep kalibrasi-kualifikasi-validasi, dan penetapan atas rencana induk dan strategi validasi yang akan dilakukan terhadap semua fasilitas laboratorium tersebut? Atau praktisi kalibrasi-kualifikasi-validasi, tapi belum tentu memahami detail teknis dari sistem kerja instrumen dan metode pemeriksaan yang dikembangkan di laboratorium? Mau tidak mau harus bekerja bersama. Koordinasi agar tidak terjadi duplikasi pekerjaan, atau yang lebih penting, agar tidak ada lingkup tugas penjaminan mutu di instrumen analitik pada khususnya dan sistem laboratorium pemeriksa mutu pada umumnya yang sampai tidak tertangani.

Satu hal lagi yang penting untuk jadi pertimbangan adalah mengenai koridor regulasi yang menjadi acuan dalam melakukan kalibrasi-kualifikasi-validasi terhadap instrumen analitik. Dari sekian banyak regulasi, bagaimana pun juga kita harus memilih dan tetapkan dalam sistem mutu. Paling tidak yang mengikat atas hasil uji yang dihasilkan pada laboratorium tersebut. Yang paling dekat tentunya CPOB, CPOTB, SNI pada cakupan Laboratorium Uji. Bisa dari GxP, dalam hal ini GLP: Good Laboratory Practice, cGMP, Farmakope yang menetapkan metode uji kadar, ICH dan PIC/S pada payung regulasi di area yang lebih luas, dan standar umum tentang laboratorium di ISO 17025.

 

Pitoyo Amrih

Pustaka:

1. Huber, Ludwig; Validation and Qualification in Analytical Laboratories - 2nd Edition; Informa Healthcare; 2007.

2. Huber, Ludwig; Analytical Instrument Qualification and System Validation; Agilent Technology; 2009.

 

Ada sebuah perusahaan fiktif bernama PT MAJU. Perusahaan ini memproduksi air mineral dalam kemasan gelasplastik. Mesin yang dimiliki perusahaan ini adalah mesin pembentuk gelas plastik sekaligus mengisi air mineral, sebanyak dua unit.

Bulan ini pesanan begitu meningkat. Bagian pemasaran yang telah berhasil melakukan promosi membuat bagian produksi jungkir-balik selama dua puluh empat jam menjalankan mesinnya untuk mengejar permintaan bagian pemasaran. Dan sudah terlihat di depan mata, bulan depan pesanan bagian pemasaran naik 30 % dari bulan sekarang. Sementara bulan ini mesin telah jalan siang malam, bahkan minggu pun masuk untuk mengejar kekurangannya.

“Gila! Harus segera saya usulkan membeli satu unit mesin lagi untuk mengejar permintaan bulan depan,” teriak Pak Joni, sang kepala produksi. “Dan awal bulan depan mesin itu sudah di sini..!” imbuhnya.   ...selengkapnya

Bookmark This

Follow Us

Powered by CoalaWeb

 

KupasPitoyo, KumpulanTulisan Pitoyo Amrih, yang juga berbicara tentang Pemberdayaan Diri, ..pemberdayaan berkesinambungan bagi diri sendiri, keluarga, dan bangsa... khususnya melalui budaya..  this link is under construction..

Pitoyo Amrih.... terlibat aktif dalam perumusan penerapan konsep-konsep TPM (Total Productive Maintenance) di perusahaan tempatnya bekerja. Juga pernah memimpin kajian dan penerapan rumusan OEE (Overall Equipment Effectiveness) yang bisa.....  ...selengkapnya