Pencarian selanjutnya
 
User Terdaftar

Username:

Password:

Log in otomatis pada kunjungan berikutnya?

» Lupa password
» Regristrasi
Random tayangan

Batari Uma
Batari Uma
Bangsa Dewa
Komentar: 0


Tentang Pitoyo Amrih

Pitoyo Amrih

NovelWayang PitoyoAmrih


Flag counters!

 

 

Donate 5 USD to contribute on building the valuable content about Wayang Indonesia to this Galeri Wayang site

loading...

AUDIO VIDEO Pagelaran Wayang



Cuplikan audio atau video pagelaran berbagai kreasi budaya wayang nusantara. (Hits: 251135)


 

NovelWayang PitoyoAmrih

 



 

Sub-kategori
Ki Timbul Hadiprayitno (7)
Cuplikan pagelaran Dalang wayang kulit Ki Timbul Hadiprayitno di beberapa lakon dan pertunjukkan.
Ki Timbul Hadiprayitno atau kini M.W Timbul Cermo Manggala lahir di desa Jenar, Bagelan, Purworejo pada tahun 1932. Darah seni dan bakatnya mendalang harus diakui tidak datang secara tiba-tiba, meskipun jelas dari garis keturunannya.

Ki Narto Sabdo (11)
Cuplikan pagelaran Dalang wayang kulit Ki Narto Sabdo di beberapa lakon dan pertunjukkan.
Ki Nartosabdo dapat dikatakan sebagai pembaharu dunia pedalangan di tahun 80-an. Gebrakannya dalam memasukkan gending-gending ciptaannya membuat banyak dalang senior yang memojokkannya. Bahkan ada RRI di salah satu kota memboikot hasil karyanya. Meskipun demikian dukungan juga mengalir antara lain dari dalang-dalang muda yang menginginkan pembaharuan di mana seni wayang hendaknya lebih luwes dan tidak kaku.
Selain sebagai dalang ternama, Ki Narto juga dikenal sebagai pencipta lagu-lagu Jawa yang sangat produktif. Melalui grup karawitan bernama Condong Raos yang ia dirikan, lahir sekitar 319 buah judul lagu (lelagon) atau gending, antara lain Caping Gunung, Gambang Suling, Ibu Pertiwi, Klinci Ucul, Prau Layar, Ngundhuh Layangan, dan Rujak Jeruk.

Ki Anom Suroto (13)
Cuplikan pagelaran wayang kulit oleh dalang Ki Anom Suroto.
Ki H. Anom Suroto selain aktif mendalang, ia juga giat membina pedalangan dengan membimbing dalang-dalang yang lebih muda, baik dari daerahnya maupun dari daerah lain. Secara berkala, ia mengadakan semacam forum kritik pedalangan dalam bentuk sarasehan dan pentas pedalangan di rumahnya Jl. Notodiningratan 100, Surakarta. Acara itu diadakan setiap hari Rabu Legi, sesuai dengan hari kelahirannya, sehingga akhirnya dinamakan Rebo Legen. Acara Rebo Legen selain ajang silaturahmi para seniman pedalangan, acara itu juga digunakan secara positif oleh seniman dalang untuk saling bertukar pengalaman. Acara itu kini tetap berlanjut di kediamannya di Kebon Seni Timasan, Pajang, Sukoharjo. Di Kebon seni itu berdiri megah bangunan Joglo dalam area kebon seluas 5000 M2.

Ki Hadi Sugito (7)
Cuplikan pagelaran Dalang wayang kulit Ki Hadi Sugito di beberapa lakon dan pertunjukkan.
Kreativitas seni Ki Hadi Sugito memang harus diakui signifikansinya; dan dari kreativitas seni yang dimiliki itulah muncul berbagai ungkapan yang membuat kekhasan dalam beroleh seni. Kalau punakawan seperti Gareng dan Petruk sering ndhagel kiranya hal itu sudah biasa, demikian juga dengan tokoh pewayangan yang berkarakter “celelekan” seperti Dursasana dan Buriswara; tetapi tentu saja tidak untuk tokoh pewayangan yang berkarakter “serius” seperti Arjuna, Werkudara dan Abimanyu. Tetapi di tangan Ki Hadi Sugito, semua tokoh pewayangan yang berkarakter “serius” pun bisa ndhagel, guyonan, bahkan membanyol. Arjuna, Werkudara, Abimanyu, Adipati Karna, Duryudana, Kunthi, Wara Sembadra, Drupadi, Utari dsb, semuanya bisa mengocok perut penontonnya.

Ki Manteb Sudarsono (14)
Cuplikan pagelaran Dalang wayang kulit Ki Manteb Sudarsono di beberapa lakon dan pertunjukkan.
Ki Manteb sangat terbuka dalam menyikapi aturan baku. Menurutnya aturan baku dapat berubah asal dalam merubahnya tetap menganut pada aspek kepatutan terhadap kewajaran irama hidup dan tetap pula patuh dan menghormati nilai-nilai yang terbawa dalam kehidupan. Dan sikap terbuka itulah yang ia yakini akan selalu menciptakan arus pembaharuan di dunia wayang kulit. Dan kreatifitas dan inovasi yang telah diciptakan oleh Ki Manteb Soedharsono telah menunjukkan pengaruh besar sekali terhadap arah perkembangan seni pertunjukan wayang kulit. Kreasi-kreasinya banyak dianut dan menjadi pusat inspirasi bagi dalang-dalang yang lebih muda. Kekayaan ilmu, pengalaman berpentas dan pengembaraan kreatifnya bak mata air tak surut untuk dibagi.

Ki Enthus Susmono (7)
Cuplikan pagelaran Dalang wayang kulit Ki Enthus Susmono di beberapa lakon dan pertunjukkan.
Enthus Susmono lahir pada tanggal 21 Juni 1966 di Desa Dampyak, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal. Ia adalah anak satu-satunya Soemarjadihardja, dalang wayang golčk terkenal di Tegal, dengan istri ketiga yang bernama Tarminah, bahkan R.M. Singadimedja, kakek moyangnya, adalah dalang terkenal dari Bagelen pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat di Mataram.

Ki Sugino Siswocarito (4)
Cuplikan pagelaran wayang kulit oleh dalang Ki Sugino Siswocarito, dalang wayang kulit gagrak Banyumasan.
Ki Gino, demikian dhalang ini lebih dikenal, sedemikian kondang lebih karena kemampuan dan kualitas antawecana-nya, meskipun memang kemampuan sabetan dan suluk-suluknya juga tidak kalah dibanding dhalang-dhalang kondang dari tlatah Ngayogyakarta maupun Surakarta, ataupun daerah lain semisal Semarang. Menyimak pagelaran wayang kulitnya Ki Gino adalah seperti mendengarkan sebuah sandiwara radio yang didukung oleh banyak para pengisi suara tokoh-tokohnya.

Ki Warseno Slenk (2)
Cuplikan pagelaran wayag kulit oleh dalang Ki Warseno Slenk.
WARSENO HARJODARSONO, IR, Msi. KI. Lahir di Klaten, 18 Juni 1965. Ki Warseno atau yang juga dikenal dengan sebutan Warseno Slenk adalah dalang muda yang sedang naik daun. Ia adalah adik Ki Anom Suroto.
Dosen Universitas Tunas Pembangunan Surakarta yang S2 UGM Jurusan Ilmu Pemerintahan. ini belajar mendalang sejak duduk di kelas V SD. Berani tampil mendalang ketika umur 16 tahun.

Ki Hadi Suprodjo (1)
Cuplikan Pagelaran wayang oleh dalang Ki Hadi Suprodjo, Magelang.
Dalam profile facebook, beliau menyatakan dedikasi sepenuhnya dalam dunia pedalangan. Saat ini tinggal di kota Magelang, Jawa Tengah.

Ki Asep Sunandar Sunarya (6)
Cuplikan pagelaran Dalang wayang golek Ki Asep Sunandar Sunarya di beberapa lakon dan pertunjukkan.
Asep Sunandar Sunarya Asep, yang lebih dikenal dengan panggilan Asep Sunarya, dalang wayang golek yang menciptakan si Cepot. Wayang yang rahang bawahnya bisa digerak-gerakkan jika berbicara, juga dapat merentangkan busur dan melepaskan anak panah, tanpa bantuan tangan dalang. Dengan karyanya itu, dia pantas disebut sebagai pendobrak jagat wayang golek di Indonesia.
Selain si Cepot, wayang denawa atau raksasa juga dibuat sedemikian rupa, sehingga otak kepalanya bisa terburai berantakan ketika dihantam gada lawannya.
Dia dipuji dan juga dikritik dengan karya terobosannya itu. Namun, kritikan itu makin memacu semangat dan kreativitasnya. Pengakuan atas kehandalan dan kreativitasnya mendalang, bukan saja datang dari masyarakat Jawa Barat dan Indonesia, tetapi juga dari luar negeri. Dia pernah menjadi dosen luar biasa di Institut International De La Marionnete di Charleville Prancis. Dari institut itu dia mendapat gelar profesor. (ringkasan dari artikel Kurniawan Channel di youtube.com).

Ki Sigit Manggolo Seputro (6)
Cuplikan pentas wayang kulit Ki Sigit Manggolo Seputo.
Ki Sigit Manggolo Saputro atau Ki Mas Riyo Manggolo Saputro, adalah dalang dengan Gagrak Ngayojokarta.
Komitmen dari Mas Riyo yang ingin melestarikan budaya wayang terutama wayang gagrag Yogya agar tidak di telan oleh jaman. Namun beliau juga tidak menolak ataupun anti terhadap dalang kontenporer yang memasukan budaya-budaya lain yang lebih anyar dan lebih disukai oleh masyarakat seperti lawak, nyanyi dan campursari. Karena menurutnya, budaya adalah milik masyarakat dan masyarakat sendirilah yang sebenarnya mampu menentukan maju mundurnya suatu budaya.

Ki Purbo Asmoro (10)
Cuplikan pagelaran Dalang wayang kulit Ki Purbo Asmoro di beberapa lakon dan pertunjukkan.
Purbo Asmoro terkenal lebih-lebih atas kemampuannya berkaryacipta namun tetap sangat dihormati dan juga kehalusan sastranya pada pentas-pentas wayang klasik. Masyarakat internasional setiap kali mengundangnya dan beliau telah mengadakan tur yang sangat sukses ke Amerika, Inggris, Jepang, Bolivia, Singapura, Austria, Thailand dan Yunani.
Hidupnya memang berada di lingkungan kesenian sejak dalam kandungan. Maklum Purbo adalah anak yang turun dari dalang wayang kulit asal Pacitan, Jawa Timur. Ayahnya Sumarno, kakeknya Suradi, dan kakek buyutnya Kromo semuanya adalah dalang. Purbo menjadi generasi dalang era sekolahan. Lulus Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI), di Solo, tahun 1982, Purbo melanjutkan ke Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) yang kini melebur dalam Institut Seni Indonesia (ISI), Solo, jurusan pedalangan dan lulus tahun 1986. Ia merampungkan studi S-2 Kajian Seni Pertunjukan Universitas Gadjah Mada 2003.

Semar Lahir
Sujiwo Tejo (2)
Sujiwo Tejo dikenal sebagai seorang dalang, yang juga seorang penulis, pelukis, pemusik dan bahkan disebut seorang budayawan. Karya dan pentasnya mengajak kita untuk mengenang masa depan karena masa depan kita ada di belakang, ada pada akar budaya Indonesia yang dibanggakannya. Keinginannya mengangkat akar budaya Indonesia menghasilkan kepeduliannya yang tinggi agar kesenian Indonesia merujuk pada akar budaya tapi diolah dengan metabolisme kreatif sehingga tidak menjadi kuno. Dalam metabolism itu tetap dicerna seluruh hal yang datang dari luar. Dengan pendekatan ini, Indonesia akan dikenali juga sebagai negara yang memiliki seni dan budaya yang modern.
Ia seringkali menghindari pola hitam putih dalam pagelarannya. Sujiwo Tejo juga menulis kolom mingguan Wayang Durangpo di Harian Jawa Pos, yang mengulas kritik sosial politik dalam bingkai kisah wayang.
Sumber: www.sujiwotejo.com

Ki Joko Susilo (3)
Beberapa cuplikan pagelaran wayang kulit oleh dalang Ki Joko Susilo.
Ki Joko Susilo adalah generasi dalang dari Mojopuro, Jawa Tengah, Indonesia.
Lulus pendidikan dalang di STSI Surakarta, kemudian menyelesaikan pendidikan doktoral di Otago University, New Zealand, dalam bidang etnomusikologi.
Ki Joko Susilo, banyak mempertunjukan pagelaran wayang kulit di luar negri, diantaranya Australia, USA, beberapa negara di Eropa, dan di tempat domisilinya di New Zealand.

Ki Slamet Gundono (3)
Halaman ini di buat sebagai penghormatan terhadap Slamet Gundono, yang telah memberi banyak inspirasi. Tidak hanya inspirasi tentang wayang, tapi lebih luas lagi, inspirasi tentang kehidupan.
Berisi cuplikan pentas wayang oleh dalang Ki Slamet Gundono, Surakarta. (lahir di Slawi, Tegal, 19 Juni 1966 – meninggal di Kartasura, 5 Januari 2014 pada umur 47 tahun) adalah dalang wayang suket (wayang rumput) dan seniman Indonesia.
Seniman yang terlahir dari keluarga dalang ini bernama asli Gundono; nama Slamet ditambahkan oleh guru sekolah dasarnya. Awalnya ia tidak mau meneruskan jejak ayahnya, karena citra negatif dalang yang lekat dengan minuman keras dan main perempuan. Akan tetapi, selama mondok di sebuah pesantren di Lebaksiu, rasa tertariknya pada wayang semakin menguat. Justru di sekolah saat itu, di bawah kecintaannya terhadap wayang tidak pernah hilang, ia semakin rindu wayang.
Setamat pesantren, ia melanjutkan pendidikan ke Jurusan Teater di Institut Kesenian Jakarta. Namun, kemudian ia pindah ke Jurusan Pedalangan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (kini Institut Seni Indonesia Surakarta). Dan pada tahun 1997, ia menyelenggarakan pertunjukan pertamanya di Riau, di mana pada saat itu ia menyuguhkan pertunjukan wayang dari rumput (bahasa Jawa: wayang suket) untuk pertama kalinya.
Slamet Gundono lulus dari STSI pada tahun 1999. Pada tahun itu, ia mendirikan komunitas Sanggar Wayang Suket. Di sana, ia mengembangkan lebih jauh seni pewayangan, dengan memperkenalkan wayang dari bahan rumput dan menyajikan pertunjukan wayang yang keluar dari pakem yang telah baku. Karena itulah, meskipun awalnya banyak diprotes, dalang berbobot 150 kilogram ini menjadi ikon wayang suket. Ia telah menerima sejumlah penghargaan, seperti Penghargaan Prins Claus pada tahun 2005.Nama asli pemberian orang tuanya cuma Gundono.
Kini, Wayang Suket menjadi sebuah ikon bagi Slamet Gundono.
(wikipedia)

Ki Jlitheng Suparman (4)
Cuplikan pentas Wayang Kampung Sebelah, oleh dalang Ki Jlitheng Suparman, Surakarta.
Jlitheng Suparman termasuk dalang kontemporer yang membuat inovasi pertunjukan wayang kulit klasik sehingga lebih bisa dinikmati oleh khalayak lebih luas. Bermula dari kebiasaannya memainkan pentas Wayang Climen, dimana pertunjukan wayang kulit klasik dipersingkat pertunjukannya menjadi sekitar 3-4 jam. Sampai kepada kreasi Wayang Kampung Sebelah, yang mengusung gubahan cerita bukan dari cerita klasik Ramayana Mahabharata, tapi dari cerita keseharian dengan konflik-konflik dan problematika yang dihadapi orang saat ini.

Pentas Wayang Orang (10)
Cuplikan pertunjukan Wayang Orang oleh berbagai Sanggar Budaya.


Terdapat: 10 tayangan dalam 2 halaman. Tampilan: tayangan 1 sampai 9.
Urutkan tayangan berdasar   Dari A (kecil) Dari Z (besar)  


Rubuhan
Rubuhan
AUDIO VIDEO Pagelaran Wayang
Komentar: 0
Cepot
Cepot
AUDIO VIDEO Pagelaran Wayang
Komentar: 0
Bambangan Cakil
Bambangan Cakil
AUDIO VIDEO Pagelaran Wayang
Komentar: 0
Panji Asmorobangun
Panji Asmorobangun
AUDIO VIDEO Pagelaran Wayang
Komentar: 0
Petruk Dadi Pendita
Petruk Dadi Pendita
AUDIO VIDEO Pagelaran Wayang
Komentar: 0
Khoma Ramari Mari
Khoma Ramari Mari
AUDIO VIDEO Pagelaran Wayang
Komentar: 0
Kresna Duta
Kresna Duta
AUDIO VIDEO Pagelaran Wayang
Komentar: 0
Semar mBangun Kahyangan
Semar mBangun Kahyangan
AUDIO VIDEO Pagelaran Wayang
Komentar: 0
Antareja mBalela
Antareja mBalela
AUDIO VIDEO Pagelaran Wayang
Komentar: 0

 



 


1  2  »  Halaman akhir »

Tayangan tiap halaman: