Saya merangkum hal ini sebenarnya lebih kepada upaya saya agar selalu ingat tentang prinsip Integrity Test untuk filter terutama yang dipakai untuk proses filtrasi menghasilkan produk steril. Ketika diskusi tentang hal ini, kadang begitu jauh ingatan itu musti digali, dan bertukar pikiran dengan orang lain juga beberapa kali sulit untuk membawa pengertian ini kepada kalimat yang sederhana mudah dipahami.

Filter Steril, adalah media penyaring produk farmasi atau biologi berwujud cair (dalam hal ini saya berbicara ruang lingkup zat cair), sehingga menghasilkan produk steril, tidak mengandung mikroorganisme, setelah produk melewati filter tersebut. Biasa orang menyebut sisi down-stream, sisi setelah filter. Dan kita bicara aliran zat cair dalam pipa, karena istilah down-stream bisa memiliki arti bermacam-macam di berbagai ruang lingkup.

Bila kita melihatnya dari proses Sterilisasi, menghasilkan produk steril, maka filtrasi, proses sterilisasi menggunakan filter (filter steril tentunya) adalah salah satu metoda yang sudah umum dipakai. Lalu, bagaimana kita tahu bahwa sebuah filter steril efektif menyaring mikroorganisme? karena bagaimana pun juga mata kita tidak cukup mampu melihat secara langsung keberadaan sebuah mikroorganisme, dan juga bila sampai ditemukan masih adanya mikroorganisme di sisi down-stream maka itu artinya sudah agak terlambat. Jawaban atas pertanyaan ini tentunya kita harus menguji filter tersebut.

Namanya filter steril, untuk menahan mikroorganisme, tentunya hal paling utama bila ingin menguji adalah membuat uji simulasi dimana kita tahu atau sengaja memberikan mikroorganisme di sisi upstream sejumlah tertentu, kemudian kita mencari dan menghitung jumlah mirkoorganisme yang ada setelah filtrasi. Pengujian yang dinamai dengan istilah Bacterial Retention. Tapi sayangnya pengujian ini bersifat merusak (destructive) terhadap filter, artinya kita tidak boleh memakai filter yang sudah secara sengaja dipakai menguji efektifitas penyaringan bakteri, kemudian dipakai untuk menyaring produk.

Sehingga kemudian dikembangkan metode uji yang bisa menggantikan hal diatas sehingga filter setelah diuji tetap bisa digunakan untuk produk. Dan toh pada dasarnya maksud dari uji yang menggantikan dan bersifat 'tidak merusak' ini harus selalu dipraktekkan sebelum dan sesudah filter digunakan. Sebelum (pre-production) untuk menjamin bahwa filter tidak bocor sebelum digunakan, uji setelah (post-production) dilakukan untuk menjamin bahwa filter tidak menjadi bocor selama digunakan.

Metode itu kemudian dikenal dengan Integrity Test, ada beberapa metode, yang kesesuaiannya dari pengalaman mereka yang selalu mengaplikasikannya tergantung dari jenis filternya (material filter, jenis hidrofobik atau hdrofilik).

Filter Wetting. Sebelum pengujian, beberapa metoda mensyaratkan agar filter 'dibasahi' dulu. Artinya seluruh bagian rongga dan pori-pori filter harus terisi cairan. lalu apa cairan yang dipakai? Pilihannya adalah:

Air, tentunya air pada kelas minimal Purified Water. Dipakai untuk pembasahan filter hidrofilik (material filter yang bisa basah oleh air).

Solvent atau umumnya Alkohol. Bisa dipakai baik untuk jenis filter hidrofilik maupun hidrofobik (material filter yang tidak basah oleh air, analoginya seperti permukaan daun talas mungkin).

Atau bila ingin spesifik, biasanya bila memakai kedua pembasah diatas bermasalah (misal: filter baik tapi tidak lolos uji), yang paling mendekati adalah dengan pembasahan dengan produk, hanya saja metode ini juga tidak mudah karena di awal harus di-riset dahulu sehingga didapat parameter-parameter uji menggunakan pembasah produk ini, yang sesuai.

Proses pembasahan bisa secara statik, filter didalam housing direndam dalam tekanan dan waktu tertentu, ataupun dinamik, dimana pembasah mengalir dengan tekanan, kecepatan alir dan waktu tertentu.

Metoda uji Forward Flow. Setelah filter dibasahi, didalam housing terpasang rapat, dari sisi upstream ditekan dengan gas (biasanya pharma-grade compressed-air atau nitrogen). Yang diukur adalah difusi flow gas tersebut di sisi down-stream. Setiap filter dengan jenis tertentu akan memiliki pass-limit. Bila angka flow melebihi pass-limit, maka sederhananya, filter itu telah bocor.

Metoda Uji Bubble Point. Yang ini sedikit lebih rumit. Di sisi upstream diberi tekanan dengan gas. Kemudian ketika tekanan tersebut stabil (contoh bila mengacu ke salah satu prosedur filter manufacturer, tahap staibilizing ini biasanya pada 700 mbar). Umumnya masih sekitar 500 mbar dibawah tekanan Bubble Point yang dipersyaratkan terhadap filter tersebut (syarat yang ditetapkan manufacturer sebagai tanda bahwa filter baik - tidak bocor). Kemudian ditambah tekanan secara bertahap. Setiap kenaikan 50 mbar, ditahan selama 5 detik interval. Selama interval waktu, ditahan pada satu tekanan, yang diukur adalah apa yang disebut Pressure Decay, penurunan perlahan tekanan di sisi upstream. Penurunan tekanan setiap interval 5 detik tersebut dicatat, suatu ketika pada suatu tekanan tertentu akan terjadi pressure decay yang besarnya cukup significant dari sebelumnya. Di situlah tekanan Bubble-point terjadi. Dan harus di atas dari tekanan bubble point yang disyaratkan.

Metoda Uji Water Intrusion. Metode uji ini seolah memaksa air untuk menembus pada filter jenis hidrofobik. Yang diukur adalah laju aliran gas yang dibutuhkan untuk menekan air di sisi upstream, yang mendorong air menembus membasahi mengalir di sisi downstream.

Berikut adalah tabel yang bisa dipakai untuk melihat kesesuaian metode dengan jenis filter yang akan diuji:

TEST

Filter Produk Cair

(Jenis Hidrofilik)

Vent Filter

(Jenis Hidrofobik)

Perlu Filter Wetting?
Forward Flow Ya Ya Ya
Bubble Point Ya Ya Ya
Water Intrusion Tidak Ya Tidak

 

Pitoyo Amrih

 

 

Ada sebuah perusahaan fiktif bernama PT MAJU. Perusahaan ini memproduksi air mineral dalam kemasan gelasplastik. Mesin yang dimiliki perusahaan ini adalah mesin pembentuk gelas plastik sekaligus mengisi air mineral, sebanyak dua unit.

Bulan ini pesanan begitu meningkat. Bagian pemasaran yang telah berhasil melakukan promosi membuat bagian produksi jungkir-balik selama dua puluh empat jam menjalankan mesinnya untuk mengejar permintaan bagian pemasaran. Dan sudah terlihat di depan mata, bulan depan pesanan bagian pemasaran naik 30 % dari bulan sekarang. Sementara bulan ini mesin telah jalan siang malam, bahkan minggu pun masuk untuk mengejar kekurangannya.

“Gila! Harus segera saya usulkan membeli satu unit mesin lagi untuk mengejar permintaan bulan depan,” teriak Pak Joni, sang kepala produksi. “Dan awal bulan depan mesin itu sudah di sini..!” imbuhnya.   ...selengkapnya

Bookmark This

Follow Us

Powered by CoalaWeb

 

KupasPitoyo, KumpulanTulisan Pitoyo Amrih, yang juga berbicara tentang Pemberdayaan Diri, ..pemberdayaan berkesinambungan bagi diri sendiri, keluarga, dan bangsa... khususnya melalui budaya..  this link is under construction..

Pitoyo Amrih.... terlibat aktif dalam perumusan penerapan konsep-konsep TPM (Total Productive Maintenance) di perusahaan tempatnya bekerja. Juga pernah memimpin kajian dan penerapan rumusan OEE (Overall Equipment Effectiveness) yang bisa.....  ...selengkapnya