Written by pitoyo amrih
Thursday, 09 October 2014 Quality Risk Management Hits: 4904
Ada sebuah kalimat bijak bila direnungi rasanya ada benarnya: "Bila semua hal dianggap penting, maka tak ada yang penting". Logis menurut saya. Hampir selalu, apa yang seharusnya kita pecahkan, kita perbaiki, carikan solusi dalam kehidupan ini, segala kendala, masalah, biasanya keseluruhannya jauh lebih besar dari sumber daya yang kita miliki. Baik secara individu maupun kolektif dalam sebuah organisasi. Termasuk juga organisasi usaha tempat mengisi peran profesi kita dalam kehidupan umat manusia.
Karena jumlah hal yang harus diselesaikan jauh lebih banyak, maka timbul pertanyaan: mana yang seharusnya menjadi yang utama? Mana yang lebih penting? Mana yang harus menjadi prioritas? Karena logikanya memang benar seperti jargon tadi, bila semua hal penting, maka kita akan memberlakukan semua masalah pada porsi yang sama. Masalah kesehatan diri akan dilihat sama pentingnya dengan masalah memilih warna baju yang akan dipakai. Sehingga yang terjadi pada akhirnya keduanya dianggap tak begitu penting.
Lalu, bila kita harus bisa memilih hal yang penting, bagaimana sebaiknya itu kita lakukan? Banyak pendekatan memang. Dalam kehidupan keseharian kita secara personal, konsep "7 Habits"-nya Stephen Covey menawarkan pendekatan bagaimana kita bisa mengenal 'Big Rocks' kehidupan kita. Batu besar, hal yang utama. Berawal dari bagaimana kita memahami peran kita di dunia (Proaktif), dan apa yang ingin kita dapatkan pada setiap peran itu (Begin With The End in Mind). Maka jadilah kita menempatkan mana yang menjadi utama (Firts Thing First).
Pendekatan lain yang akan menjadi pokok diskusi saya adalah pada upaya mengenali hal yang penting dengan cara berusaha melihat risiko yang ditimbulkan dari masing-masing masalah. Nah, risiko sendiri bisa banyak pendekatan. Mungkin boleh didekati dengan perspektif dalam melihat aspek PQCDSM. Productivity, Quality, Cost, Delivery, Safety, atau Moral. Apakah akan meninjau risiko terhadap dampak efektifitas dan efisiensi (Produktifitas), risiko terhadap mutu (Quality), risiko secara finansial (Cost), atau pada risiko kecepatan Delivery, risiko keselamatan (Safety), atau risiko terhadap motivasi kerja atau hidup secara lebih luas (Moral).
Bukan berarti pendekatan yang lain lebih kurang kritis, tapi sebagai bagian dari alur catatan saya, saya akan lebih banyak melakukan pendekatan terhadap risiko mutu. Karena secara 'naluriah'-nya, sebagai sebuah organisasi usaha yang menghasilkan produk, tentunya aspek Produktifitas, Cost, Delivery, Moral dan Safety sudah menjadi default dalam paradigma penyelenggaraan usaha. Walau mungkin disana sini saya juga tetap akan sesekali melakukan catatan untuk aspek selain mutu.
Bukannya menuduh tapi terutama di perusahaan skala kecil menengah, terkadang masih mentolerir adanya produk tidak sesuai mutu. Selama produk itu yang penting asal laku. Sehingga cerita tentang risiko mutu ini mungkin perlu dihingar-bingarkan agar 'menghasilkan produk bermutu' tidak hanya menjadi sekedar jargon, tapi harus menjadi kebutuhan keseharian.
Dan mengelola risiko mutu juga bukan jalan pintas untuk melakukan 'excuse'. Karena semangat analisa harus didasari kejujuran dan rasa ingin tahu yang besar. Bukan dalam rangka mencari-cari kesalahan, tapi yang utama adalah merayakan proses pembelajaran yang akan dilalui.
Seperti kata sindiran yang pernah juga terlontar: "If you know nothing, You must do everything". Kebiasaan analisa risiko mutu adalah proses pembelajaran agar kita 'know something', sedikit demi sedikit. Sehingga semakin jauh perjalanan itu ditempuh, kita semakin tahu mana yang lebih penting, sehingga bisa fokus, tidak harus 'do everything', tapi hanya 'do' pada sesuatu yang memang bermanfaat. Terhadap mutu tentunya. Tidak sekedar produk. Karena kalau kita melihat kehidupan secara lebih luas, segala apa yang kita pikirkan, katakan, lakukan pun bisa dikatakan 'produk' kita. Akan lebih baik kalau semua itu juga bermutu.
Pitoyo Amrih
Ada sebuah perusahaan fiktif bernama PT MAJU. Perusahaan ini memproduksi air mineral dalam kemasan gelasplastik. Mesin yang dimiliki perusahaan ini adalah mesin pembentuk gelas plastik sekaligus mengisi air mineral, sebanyak dua unit.
Bulan ini pesanan begitu meningkat. Bagian pemasaran yang telah berhasil melakukan promosi membuat bagian produksi jungkir-balik selama dua puluh empat jam menjalankan mesinnya untuk mengejar permintaan bagian pemasaran. Dan sudah terlihat di depan mata, bulan depan pesanan bagian pemasaran naik 30 % dari bulan sekarang. Sementara bulan ini mesin telah jalan siang malam, bahkan minggu pun masuk untuk mengejar kekurangannya.
“Gila! Harus segera saya usulkan membeli satu unit mesin lagi untuk mengejar permintaan bulan depan,” teriak Pak Joni, sang kepala produksi. “Dan awal bulan depan mesin itu sudah di sini..!” imbuhnya. ...selengkapnya
.... terlibat aktif dalam perumusan penerapan konsep-konsep TPM (Total Productive Maintenance) di perusahaan tempatnya bekerja. Juga pernah memimpin kajian dan penerapan rumusan OEE (Overall Equipment Effectiveness) yang bisa..... ...selengkapnya