Written by pitoyo amrih
Thursday, 19 January 2017 Quality Risk Management Hits: 10559
Bagi praktisi perusahaan yang juga menerapkan program-program yang biasanya disebut dengan istilah GKM (Gugus Kendali Mutu), QCC (Quality Control Cyrcle), Tulta (tujuh-langkah-delapan-alat), Continuous Improvement, Lean Six Sigma, dan semacamnya, tentu tidak asing dengan istllah Diagram Ishikawa. Ada beberapa sebutan yang dipakai terhadap konsep ini, selain 'Diagram Ishikawa', ada yang menyebutnya Cause-and-Effect-Diagram. Sementara orang barat lebih populer dengan istilah Fishbone Diagram, sehingga di Indonesia juga terkenal sebutan terjemahannya yaitu: Diagram Tulang Ikan. Saya sendiri lebih suka memakai istilah Diagram Ishikawa, sebagai apresiasi terhadap orang yang pertama kali mendeskripsikan konsep ini, yaitu Mr Kaoru Ishikawa (Ishikawa, Kaoru, Guide to Quality Control, Asian Productivity Organization, UNIPUB, 1976).
Adalah sebuah alat yang berupa metode untuk membantu proses berpikir kita dalam menemukan penyebab akan sebuah masalah. Bahkan seorang ahli pada suatu bidang pun, terkadang dihimbau untuk juga melakukan langkah-langkah pencarian sebab sebuah masalah pada bidang keahliannya menggunakan proses berpikir yang terstruktur, salah satunya menggunakan Diagram Ishikawa ini. Sudah diaplikasikan begitu luas, yang paling umum adalah yang sudah saya sebutkan diatas, di dunia Quality dan Productivity sebuah industri manufaktur dalam mengeksplorasi masalah, bisa berupa losses, temuan, deviasi, gap-analisis, dsb. Di bidang lain semisal investigasi kejahatan, masalah transportasi dan kependudukan, saya banyak mendengar di sana-sini, metode ini juga bisa menjadi alat bantu untuk menemukan akar sebab sebuah masalah.
Di industri farmasi, dari perspektif produktifitas, banyak yang sudah menerapkan metode ini. Dari sisi quality, ternyata juga menjadi ketetapan yang sudah setengah menjadi keharusan saat kita -terutama- melakukan Kajian Risiko. Anda bisa lihat di ICH Q9, Aneks I poin 1, Basic Risk Management Facilitation Method, disebutkan Diagram Ishikawa sebagai salah satu contohnya. Di CPOB 2012, Aneks 14, Manajemen Risiko Mutu, yang tertulis hampir seperti terjemahan dari dokumen ICH Q9 tersebut, di poin 27 ada 'Metode Dasar Manajemen Risiko', hanya saja diagram Ishikawa ini tidak tersurat disebut sebagai salah satu contohnya.
Bila kita 'masuk' dari sisi Kajian Risiko Mutu, secara umum menurut saya ada tiga situasi dimana hal ini akan selalu menjadi kebutuhan untuk didokumentasikan kegiatannya, yaitu:
'Bagaimana'-nya, mungkin saya coba langsung saja memberi contoh kasus terhadap -misalnya- ketika kita mengkaji sebuah masalah berupa temuan 'hasil pencetakan tablet yang banyak menghasilkan produk tablet yang pecah'. Tentunya hal ini hanya contoh, kondisi sebenarnya terhadap apa yang terjadi di industri bila saja mungkin ada kesamaan dengan contoh, pastilah akan menghasilkan kajian yang belum tentu sama, tergantung kondisi aktual pada setiap industri itu. Bila saja kebetulan kasus tablet pecah ini memiliki skor risiko yang tinggi, untuk mengendalikannya, kita perlu lakukan mitigasi terhadap risiko tersebut. Entah itu mengurangi severity-nya, probability-nya, ataupun detectability-nya. Dan tindakan mitigasi apa yang tepat, mau tidak mau kita harus mencari sebab dari masalah itu, sebab yang paling mungkin, sampai sebab dominan, untuk dilakukan upaya eliminasi, sehingga tindakan mitigasi akan efektif. Disinilah alat bantu diagram ishikawa akan sangat berguna.
Berawal dari upaya brainstorming mencari kemungkinan sebab. Sebanyak-banyaknya. Bahkan terkadang boleh memasukkan yang tidak masuk akal ada hubungannya sekalipun. Dan dalam konsep ishikawa ini, bawa logika kita dengan sebab yang sifatnya kualitatif dulu, jadikan dalam sebuah kalimat sederhana, ada obyek, ada predikat. Pada predikat mengandung ukuran mutu kualitatif sederhana. Mudah sebenarnya. Seperti contoh dibawah ini:
Kemudian masukan semua itu menjadi hubungan sebab akibat, seperti contoh dibawah ini menjadi sebuah diagram ishikawa, membentuk seperti tulang ikan.
Berawal dari akibat (effect) yang dicontohkan yaitu "Hasil cetak tablet banyak yang pecah", kemudian semua daftar sebab coba dipetakan sebab akibatnya. Bisa dikelompokkan berdasar pilahan sumber daya (Manusia, Mesin, Lingkungan, Material, dan Metode). Pangkal panah menyatakan penyebabnya, ujung panah menyatakan akibatnya. Kita cari sebab dari sebab dari sebab, bahkan kalau teorinya sampai dengan lima tingkatan. Misalnya pada salah satu contoh diatas: Hasil cetak tablet banyak pecah, mengapa? Karena (pada faktor material) bahan granul tidak homogen, mengapa? Karena pencampuran proses sebelum kurang lama, mengapa? Karena waktu pencampuran di (ketetapan) SOP terlalu singkat, mengapa? Karena SOP tidak spesifik untuk satu varian produk. Dengan cara pikir yang sama, anda bisa coba kembangkan dan lengkapi dengan versi anda sendiri pada situasi unik tempat kerja anda.
Bisa jadi ada hubungan sebab akibat yang terjadi pada faktor yang berbeda, misalnya contoh diatas digambarkan pada garis panah putus-putus. Sebab "SOP tidak spesifik" pada faktor Material juga berlaku pada SOP parameter vibrasi feeding granul di mesin cetak itu sendiri (pada faktor Mesin).
Diagram ini bisa juga dipecah lebih detail untuk setiap faktor berdasar urutan prosesnya seperti contoh dibawah:
Ujung dari analisa menggunakan diagram ini, ketika kemudian Analisa risiko yang kita pakai adalah -misalnya- FMEA, maka daftar sebab tadi (sebab yang paling ujung) bisa menjadikannya upaya mitigasi risiko. Misalnya pada sebab "SOP tidak spesifik", pembuatan "SOP spesifik tiap varian" bisa menjadi mitigasi sebagai upaya menurunkan probabilitas (aspek probability) dari risiko "Hasil Cetak tablet banyak pecah".
Pitoyo Amrih
Ada sebuah perusahaan fiktif bernama PT MAJU. Perusahaan ini memproduksi air mineral dalam kemasan gelasplastik. Mesin yang dimiliki perusahaan ini adalah mesin pembentuk gelas plastik sekaligus mengisi air mineral, sebanyak dua unit.
Bulan ini pesanan begitu meningkat. Bagian pemasaran yang telah berhasil melakukan promosi membuat bagian produksi jungkir-balik selama dua puluh empat jam menjalankan mesinnya untuk mengejar permintaan bagian pemasaran. Dan sudah terlihat di depan mata, bulan depan pesanan bagian pemasaran naik 30 % dari bulan sekarang. Sementara bulan ini mesin telah jalan siang malam, bahkan minggu pun masuk untuk mengejar kekurangannya.
“Gila! Harus segera saya usulkan membeli satu unit mesin lagi untuk mengejar permintaan bulan depan,” teriak Pak Joni, sang kepala produksi. “Dan awal bulan depan mesin itu sudah di sini..!” imbuhnya. ...selengkapnya
.... terlibat aktif dalam perumusan penerapan konsep-konsep TPM (Total Productive Maintenance) di perusahaan tempatnya bekerja. Juga pernah memimpin kajian dan penerapan rumusan OEE (Overall Equipment Effectiveness) yang bisa..... ...selengkapnya