Artikel ini adalah penutup dari beberapa tulisan sebelumnya tentang Rule of Thumb dalam kita melakukan Thermal Mapping Validation. Bukan sebagai keharusan, tapi lebih kepada ide dan panduan untuk melakukan science base rationale ketika kita melakukan pemetaan chamber atau gudang penyimpanan. Sebagian besar informasi adalah jurnal dari Vaisala, ditulis oleh Paul Daniel, dan sebagian lainnya adalah kompilasi sana-sini terhadap tafsir regulasi dan international-guidance tentang hal ini.

Sebelum lebih jauh ke Rule berikutnya, saya ingin sekedar membuat sebuah rangkuman dari item-item yang perlu menjadi perhatian terkait kemungkinan terjadinya variasi yang mungkin bisa mempengaruhi penempatan sensor, hasil pemetaan sampai kemudian mungkin bisa jadi pertimbangan dalam kita menganalisa yaitu:

Volume, chamber atau ruang besar Beda Temperature Luar dan dalam  Ketinggian Ruang                  
Dinding Exterior (luas, material) Materia Konstruksi Keberadaan Pintu dan Jendela
Letak dan jenis Penerangan Memperkirakan gradien antar titik HVAC supply, return, fresh-air
Sirkulasi Udara yg mungkin terjadi Letak Sensor untuk kontrol HVAC Sumber energi di dalam ruang
Formasi rak dan tumpukan Pola pergerakan Orang dan Barang Faktor Manusia                         

 

5. If Its worth mapping, its worth monitoring

Pengertian bebasnya mungkin begini, kita sudah mengeluarkan sumber daya yang tidak sedikit untuk melakukan mapping, maka setelah kita tahu distribusi suhu, untuk apa? Mapping hanya langkah awal untuk mengenali sebaran suhu, langkah berikutnya adalah monitoring. Hasil dari mapping akan berarti bila kita kemudian melakukan monitoring!

Ada tiga hal pada tahap ini, yaitu:

Dari hasil pemetaan yang kita lakukan, maka kita bisa menganalisa dimana titik paling panas (hot-spot) dan titik paling dingin (cold-spot) selama operasi di chamber ataupun gudang itu. Paling tidak dua titik ini. Apalagi bila obyek memiliki rentang dua titik syarat minimal dan maksimal. Misal pada definisi Cool Room yaitu 8 - 15° C, dimana ada titik pembatas minimal 8° C dan maksimal 15° C. Maka dari hasil pemetaan kita perlu analisa apakah ada titik atau kondisi sehingga terjadi suhu dibawah 8° C dan atau diatas 15° C. Bila ada maka disana ada deviasi, perlu tindak lanjut, bisa berupa perbaikan fasilitas, bisa juga kita lakukan analisa risiko sehingga kita lakukan mitigasi mengurangi risiko bila kita bisa definisikan risiko yang mungkin terjadi karena deviasi tersebut. Bila semua titik dan kondisi di dalam rentang, maka kemudian kita perlu tetapkan hot-spot dan cold-spot, yaitu pada titik mana dan waktu kapan hal itu terjadi.

Tahap berikutnya kita melakukan strategi terhadap monitoring. Yaitu:

Tetapkan penempatan sensor monitoring. Yang paling sederhana adalah di dua titik hot-spot dan cold spot. Orang banyak memberi istilah dengan nama titik worst-case. Tapi itu mungkin tidak selalu mudah, misalnya, kebetulan ditemukan bahwa titik hot-spot ada di tengah-tengah lokasi lalu-lalang barang. Saat pemetaan beberapa hari mungkin 'gangguan' penempatan sensor bisa diterima, tapi bila kemudian terus menerus ada di sana, pasti akan menjadi keberatan petugas gudang. Maka kemudian ada istilah titik best-case, dimana kemudian kita mencari titik terdekat dari worst-case yang memungkinkan dipasang sensor monitoring, yang kemudian kita bisa definisikan korelasi suhu antara titik worst-case dan titik best-case yang dipilih.

Tetapkan kapan melakukan pencatatan suhu. Berapa intervalnya. Bila instrumen monitoring suhu yang anda pasang adalah jenis elektronic logger, karena toh instrumen ini kini sudah semakin mudah didapat dan murah, maka pemilihan interval biasanya tidak akan menjadi kendala, karena bahkan bisa sampai merekam pada skala interval tiap menit. Hanya mungkin konsekeuensinya akan semakin banyak data terekam. Namun yang penting, waktu dimana terjadi cold-spot atau hot-spot dalam satu siklus (harian misalnya), angka suhu akan termonitor. Beda cerita bila anda melakukan pencatatan secara manual, maka pastikan saat mencatat dilakukan pada saat terjadinya cold-spot atau hot-spot tersebut.

Tetapkan apa yang disebut sebagai alert-level dan action-level. Dimana titiknya, tidak ada yang memberipanduan secara pasti, yang penting kita bisa tetapkan hal itu bisa menjamin distribusi suhu aman bagi produk secara mutu, dan tidak berlebihan sehingga memberi beban biaya yang seharsunya tidak perlu. Alert dan action yang terlalu dekat dengan syarat bisa membuat kita mungkin akan terlambat melakukan tindakan korektif sehingga bisa berdampak pada produk saat hal itu terjadi. Sementara penetapan yang terlalu jauh bisa setiap saat kita diharuskan melakukan sesuatu yang mungkin belum perlu benar.

Berikutnya adalah menetapkan prosedur baku dalam melakukan monitoring dan tindakan bila terjadi alert level maupun action level baik di titik hot-spot maupun cold-spot.

Ada satu lagi tahap yang penting yaitu ketika pemetaan kita juga melakukan challenge-test distribusi suhu terhadap situasi buka pintu (Open Door Challenge Test) ataupun listrik padam (Power Failure Challenge Test). Di titik worst case dari hasil pemetaan kita bisa analisa berapa lama waktu dimana suhu mulai menyentuh syarat. Lama waktu ini, dikalikan dengan faktor keamanan tertentu, bisa kita tetapkan menjadi waktu batas untuk ditetapkan di prosedur. Batas maksimal buka pintu, dan batas waktu maksimal daya cadangan harus bekerja. Termasuk batas waktu minimal kapan pintu boleh lagi dibuka, dan waktu minimal dimana daya harus tetap bekerja setelah listrik padam  untuk mencapai batas kesetimbangan suhu operasionalnya kembali.

Satu hal lagi, saat anda melakukan mapping bisa jadi kebetulan tidak pada situasi musim terpanas atau terdingin secara tahunan. Sehingga anda perlu juga melakukan analisa hasil monitoring paling tidak setahun di awal, yang bisa jadi akan memberi gambaran yang lebih baik kapan sebaiknya Thermal Mapping Validation ulang dilakukan.

Referensi:

- Jurnal Vaisala, Modern Rule for Thermal Mapping Validation, Paul Daniel, 2014

- USP 36 Chapter <1079> Good Storage and Distribution Practice, 2013

- Qualification of Temperature-controlled Storage Area, Technical Supplement to WHO Technical Report Series no 961, 2011

- Controlled Temperature Chamber Mapping, A Concept paper by ISPE Packaging Community of Practice, 2012

- ISPE Good Practice Guide, Cold Chain Management, 2011

- Beberapa jurnal dan artikel tentang Thermal Mapping Validation

 

Pitoyo Amrih

 

Ada sebuah perusahaan fiktif bernama PT MAJU. Perusahaan ini memproduksi air mineral dalam kemasan gelasplastik. Mesin yang dimiliki perusahaan ini adalah mesin pembentuk gelas plastik sekaligus mengisi air mineral, sebanyak dua unit.

Bulan ini pesanan begitu meningkat. Bagian pemasaran yang telah berhasil melakukan promosi membuat bagian produksi jungkir-balik selama dua puluh empat jam menjalankan mesinnya untuk mengejar permintaan bagian pemasaran. Dan sudah terlihat di depan mata, bulan depan pesanan bagian pemasaran naik 30 % dari bulan sekarang. Sementara bulan ini mesin telah jalan siang malam, bahkan minggu pun masuk untuk mengejar kekurangannya.

“Gila! Harus segera saya usulkan membeli satu unit mesin lagi untuk mengejar permintaan bulan depan,” teriak Pak Joni, sang kepala produksi. “Dan awal bulan depan mesin itu sudah di sini..!” imbuhnya.   ...selengkapnya

Bookmark This

Follow Us

Powered by CoalaWeb

 

KupasPitoyo, KumpulanTulisan Pitoyo Amrih, yang juga berbicara tentang Pemberdayaan Diri, ..pemberdayaan berkesinambungan bagi diri sendiri, keluarga, dan bangsa... khususnya melalui budaya..  this link is under construction..

Pitoyo Amrih.... terlibat aktif dalam perumusan penerapan konsep-konsep TPM (Total Productive Maintenance) di perusahaan tempatnya bekerja. Juga pernah memimpin kajian dan penerapan rumusan OEE (Overall Equipment Effectiveness) yang bisa.....  ...selengkapnya